REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Manokwari memastikan, hujan deras yang mengguyur Kabupaten Manokwari dan di Provinsi Papua Barat bukan diakibatkan siklon tropis Megan.
Kepala BMKG Manokwari Daniel Tandi di Manokwari mengatakan tingginya curah hujan di Manokwari disebabkan karena bulan Maret adalah puncak musim penghujan.
"Penyebab hujan deras karena ada belokan angin di sekitar Manokwari atau dalam istilah meteorologi disebut Sirlain. Dampaknya, massa udara yang mengumpul menyebabkan terbentuknya awan Cumulonimbus di wilayah Papua Barat, khususnya Manokwari," katanya, Rabu (20/3/2024).
Ia menjelaskan, penyebab itu berbeda dengan yang terjadi di wilayah selatan Indonesia yaitu di sepanjang pulau Jawa dan Maluku bagian selatan. Di wilayah tersebut, curah hujan tinggi disebabkan karena adanya siklon tropis Megan atau badai tropis yang bergerak ke arah utara Australia.
"Setiap daerah di Indonesia berbeda. Tingginya curah hujan di Manokwari tidak ada sangkut paut dengan Siklon Tropis Megan," ujarnya.
Ia menjelaskan, puncak musim hujan di Manokwari setiap tahun memang terjadi di bulan Maret dan akan berlangsung sampai April. Setelah April itu masuk musim pancaroba atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Ia mengatakan, curah hujan di wilayah perkotaan Manokwari pada dua hari terakhir dalam kategori intensitas lebat hingga ekstrem.
Pada 18 Maret 2024 malam, dari alat pengukur hujan BMKG Manokwari curah hujan tertinggi ada di daerah Kelurahan Amban, Distrik (Kecamatan) Manokwari Barat yang mencapai 164 mm atau kategori ekstrem.
"Sedangkan di wilayah lain, yaitu Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat curah hujan mencapai 66,3 mm dan di Arfai, Distrik Manokwari Selatan mencapai 53 mm atau kategori lebat," katanya.
Terkait potensi banjir, ia menjelaskan di Manokwari tergantung faktor lokal dan tidak tergantung besarnya curah hujan. Di Kelurahan Amban meskipun curah hujan mencapai kategori ekstrem tapi tidak terjadi banjir, karena memang Amban terletak di daerah atas perbukitan.
Sedangkan di daerah Wosi, meski curah hujan 50 mm sudah terjadi banjir di beberapa titik. Hal itu karena wilayah tersebut merupakan dataran rendah, daerah cekung, berada di bawah perbukitan, resapan kurang dan saluran air yang besar.
Ia menambahkan, akibat musim hujan dan semakin banyak awan Cumulonimbus perairan di Papua Barat akan mengalami gelombang tinggi yang dapat membahayakan nelayan.
"Untuk itu kita BMKG rutin mengeluarkan kewaspadaan gelombang laut dan kewaspadaan penerbangan karena tingginya intensitas hujan bisa menyebabkan jarak pandang penerbangan juga terganggu," ujarnya.