REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lilis Sri Handayani, Fauziah Mursid, Iit Septyaningsih, Rahayu Subekti, Antara
Ratusan warga Majalengka, Jawa Barat, pada Jumat (23/2/2024), rela antre berjam-jam di Taman Bagja Raharja, Kecamatan/Kabupaten Majalengka. Di tengah harga beras yang melambung tinggi, mereka dengan sabar menunggu giliran untuk membeli beras kualitas medium seharga Rp 10.400 per kilogram, yang dijual dalam kemasan lima kilogram. Itu berarti, setiap kemasan dihargai Rp 52 ribu.
Setiap warga, hanya diperbolehkan membeli beras maksimal dua kemasan, atau seberat sepuluh kilogram, dengan harga Rp 104 ribu. Untuk warga yang telah membeli beras, diberi tanda khusus menggunakan tinta di pergelangan tangannya. Dengan adanya tanda tersebut, mereka tidak dapat mengantre kembali untuk membeli beras itu.
Salah seorang warga asal Kecamatan/Kabupaten Majalengka, Andi (38), mengatakan, berangkat dari rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB menuju lokasi GPM. Dia baru mendapat giliran membeli beras sekitar pukul 09.30 WIB.
"Beli dua kemasan (sepuluh kilogram)," kata Andi.
Andi tak sendirian. Untuk bisa membeli beras lebih banyak dalam GPM, dia datang ke lokasi GPM bersama istrinya, Katrin (35).
Sang istri, juga membeli beras sebanyak dua kemasan atau sepuluh kilogram. Dengan demikian, pasangan suami istri itu bisa membawa pulang beras sebanyak empat kemasan atau 20 kilogram.
"Buat persediaan Ramadhan," kata Andi.
Andi mengaku rela mengantre bersama bersama istrinya selama berjam-jam karena beras yang dijual dalam GPM lebih murah dibandingkan beras yang dijual di pasaran. "Harga beras di pasaran sudah mencapai Rp 17 ribu per kilogram," terang Andi.
Yang terjadi di Majalengka itu adalah potret dari kondisi di masyarakat secara umum saat ini. Meurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), tak hanya harganya yang melonjak, pedagang juga saat ini kesulitan mendapatkan beras premium.
"Ikappi menyoroti kondisi beras yang semakin melonjak harganya. Kami harus mengakui pedagang kesulitan mendapatkan beras premium karena memang stok yang dimiliki penggilingan juga terbatas," ujar Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan kepada Republika, Jumat (23/2/2024).
Untuk menyiasatinya, pedagang pun kini menjual beras dengan harga yang bisa dijangkau oleh masyarakat. "Kalau di pasar kan tentu kami bisa mengecer beras bisa dibeli dengan literan," ujar Reynaldi.
Untuk itu, Reynaldi mengingatkan kepada Pemerintah dan juga stakeholder terkait seperti produsen atau pabrik beras yang memiliki stok beras premium untuk segera mengeluarkannya. Sebab, jika tidak segera dikeluarkan maka semakin naik harganya.
"Ini yang harus di waspadai oleh semua pihak agar stok-stok yang dimiliki khususnya beras premium agar segera dikeluarkan, termasuk pabrik-pabrik lokal, karena semakin tertahan beras premium, semakin naik harganya dan kondisinya akan semakin buruk," ujarnya.
Meskipun Reynaldi mengakui penyebab lonjakan harga beras ini berkaitan dengan produksi menurun karena mundurnya musim tanam akibat El Nino. Mundurnya musim tanam ini otomatis membuat panen pun ikut mundur. Kondisi ini ditambah dengan produksi beras tahun lalu yang terbatas sehingga tidak ada ketidakseimbangan antara supply and demand.
"Kenaikan harga beras tahun ini mencapai 20 persen lebih dibandingkan tahun lalu. Dari Rp 14 ribu ke 18 ribu perkilo," ujarnya.
Ia pun mendorong pemerintah untuk terus menggenjot produksi. Sebab, saat ini kebutuhan masyarakat terhadap pangan tinggi menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
"Untuk saat ini menjelang Ramadhan penyelesaian persoalan beras solusinya ialah menggelontorkan stok yang dimiliki oleh pemerintah, perusahaan lokal, penggilingan untuk di drop di pasar tradisional, termasuk mendorong satgas pangan mabes polri agar memantau stok yang dimiliki oleh pihak-pihak tersebut diatas agar tidak tertahan dan segera dikeluarkan," ujarnya.