REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol Sabana Atmojo mengatakan kasus penganiayaan seorang calon anggota legislatif dari salah satu partai di kota Banjarmasin tidak bermuatan politis. Penganiayaan tersebut murni dendam yang dipendam lama.
"Pelaku yang telah menyerahkan diri kepada kami pada Kamis malam mengatakan penganiayaan itu dilakukan karena faktor dendam lama," ucap Kapolresta Banjarmasin di Banjarmasin, Jumat.
Sabana mengatakan, pelaku dari hasil pemeriksaan diketahui berinisial AZ (44) warga Jalan Tunas Baru Banjarmasin Tengah, menyerahkan diri karena dibujuk oleh orang tuanya ketika berada Binuang Kabupaten Tapin.
Setelah dibujuk orang tua, kemudian AZ diantar ke pihak kepolisian sambil membawa barang bukti satu bilah senjata tajam (sajam) jenis belati.
Sabana menjelaskan pelaku melakukan penganiayaan pada Ahad (18/2) malam, sekitar pukul 21.00 WITA, dengan cara menusuk korban bernama Muhammad Syafei (54) warga Jalan Tunas Baru karena dendam lama yang sudah dipendam selama tiga tahun.
"Korban mengalami luka serius sebanyak tiga mata luka di antaranya luka robek di leher kiri, perut sebelah kiri dan tangan kanan," tutur Sabana.
Kapolresta mengatakan pelaku dendam karena atas tuduhan korban melakukan pungutan parkir liar dan selama jadi Ketua RT keuangan untuk berbuka puasa tidak terbuka terhadap warga.
Selain itu, pelaku juga tidak terima dengan upah yang diberikan korban saat disuruh mengangkut barang sekolah dengan bayaran Rp50 ribu.
"AZ nekat melakukan penusukan terhadap korban karena di bawah pengaruh minuman beralkohol dengan tujuan agar korban merasa jera,” ungkap Kombes Pol Sabana Atmojo, didampingi Kapolsekta Banjarmasin Tengah Kompol Eka Saprianto, dan Kasat Reskrim Polresta Banjarmasin Kompol Thomas Afrian.
Saat ini, ucap Kapolresta Banjarmasin, AZ yang sempat menjadi buron selama empat hari itu, sudah menjalani pemeriksaan guna menjalani proses hukum lebih lanjut dan dijerat dengan pasal 351 ayat 2 KUHPidana.
"Saya tegaskan sekali lagi kalau perbuatan pelaku tidak ada hubungannya dengan isu politik atau perolehan suara yang didapat oleh korban pada pemilu yang baru dilaksanakan beberapa hari lalu, melainkan murni karena rasa dendam terhadap korban sewaktu masih menjabat sebagai ketua RT," tutur Kapolresta.