REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektor industri manufaktur di Indonesia telah mengalami berbagai dinamika sejak 2014 hingga 2023. Hanya saja di tengah kondisi ekonomi global maupun nasional, industri manufaktur mencatatkan capaian positif.
Itu dinilai menunjukkan optimisme serta kinerja berdaya saing. Dalam kurun waktu 2014-2022, data Bank Indonesia Produk Domestik Bruto (BI PDB) manufaktur Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 3,44 persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia yang sebesar 2,35 persen, maupun anggota The Organization for Economic Cooperation and Development – OECD (2,08 persen).
Begitu juga bila dibandingkan dengan negara industri dunia dan negara peers seperti Korea Selatan (2,53 persen), Meksiko (2,05 persen), Jerman (1,62 persen), Jepang (1,56 persen), Italia (1,38 persen), Thailand (1,02 persen), Australia (-0,23 persen), serta Brazil (-1,69 persen). Berdasarkan data UNStats, nilai Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada tahun 2021 sebesar 228 miliar dolar AS.
Pada periode tersebut, peringkat MVA Indonesia berada di atas beberapa negara, seperti Kanada, Turki, Irlandia, Brazil, Spanyol, Swiss, Thailand, dan Polandia. “MVA Indonesia memberikan kontribusi sebesar 1,46 persen terhadap total MVA dunia tahun 2021, menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu powerhouse manufaktur di dunia,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya, Selasa (13/2/2024).
Pada periode 2014-2022, rata-rata Kontribusi PDB manufaktur terhadap total PDB Indonesia adalah sebesar 19,9 persen. Kembali, angka ini menempatkan Indonesia lebih tinggi dari rata-rata kontribusi PDB manufaktur dunia yang sebesar 16,26 persen maupun rata-rata negara OECD (13,6 persen), juga melampaui negara-negara peers seperti Australia (5,8 persen), Brazil (10,5 persen), Rusia (12,5 persen), India (14,5 persen), Italia (14,7 persen), dan Filipina (18,8 persen).
Posisi tersebut menurutnya, juga memberikan ruang yang semakin besar bagi sektor manufaktur Indonesia dalam memberikan kontribusi multiplier effect kepada sektor lainnya. Sebagai gambaran, dengan meningkatnya output industri, sektor transportasi juga akan meningkat, demikian juga dengan sektor energi, pertanian, perkebunan, dan kelautan yang merupakan sumber-sumber bahan baku dan faktor-faktor input produksi bagi sektor manufaktur.
Catatan kinerja sektor manufaktur Indonesia selama hampir satu dekade tersebut dapat menjaga keyakinan para pelaku industri mengenai kondisi usahanya. Hingga Januari 2024, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia menunjukkan level ekspansi selama 29 bulan berturut-turut.