Jumat 02 Feb 2024 20:03 WIB

BPK Serahkan Laporan Kerugian Ekspor Nasional Rp 81 Miliar ke Kejakgung

Kejakgung pada 2021-2022 mengusut korupsi pembiayaan ekspor nasional.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Joko Sadewo
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan hasil penghitungan kerugian negara kepada Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). foto ilustra
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan hasil penghitungan kerugian negara kepada Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). foto ilustra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan hasil penghitungan kerugian negara kepada Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam laporannya BPK mengatakan, nilai kerugian negara yang dilakukan oleh LPEI sebesar Rp 81,35 miliar. Nilai kerugian tersebut terjadi sepanjang periode pembukuan LPEI 2013-2019.

Wakil Ketua BPK Hendra Susanto dalam siaran pers resmi mengatakan, penyampaian hasil penghitungan kerugian negara itu, sudah disampaikan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Kamis (1/2/2024). Kata dia penghitungan kerugian negara yang dilakukan LPEI tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional.

“BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan LPEI dalam pembiayaan ekspor nasional kepada debitur yang mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 81,35 miliar,” begitu kata Hendra, Jumat (2/2/2024).

Kejakgung belum memberikan respons atas laporan hasil penghitungan kerugian negara dari BPK tersebut. Namun perlu diketahui, Kejakgung pada 2021-2022 lalu pernah mengusut korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pembiayaan ekspor yang dilakukan oleh LPEI. Dalam pengusutan kasus tersebut, mendakwa delapan terdakwa ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Dalam kasus tersebut, versi Kejaksaan Agung (Kejakgung) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian negara mencapai Rp 2,6 triliun.

Pada 2022, delapan terdakwa semuanya divonis bersalah, dan dijatuhi hukuman penjara. Delapan terdakwa tersebut, adalah Johan Darsono (JD) selaku Direktur PT Mount Dream Indonesia yang dipidana 5 tahun penjara, serta mengganti kerugian negara sebesar Rp 1,9 triliun, dan 54,06 juta dolar AS.  Suyono (S) selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, dan PT Mulia Walet, serta PT Borneo Walet Indonesia di pidana 6 tahun penjara, dan denda Rp 750 juta, serta mengganti kerugian negara Rp 576 miliar. Terdakwa Djoko S Djamhoer (DSD) selaku mantan Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis II LPEI yang dipidana 4 tahun penjara, dan denda Rp 300 juta. 

Lainnya terdakwa Josef Agus Susatya (JAS) selaku Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta yang dipidana 4 tahun penjara, dan denda Rp 300 juta. Terdakwa Indra W Supriadi (IWS) dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta; terdakwa Ferddy Sjaifoellah (FS) dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta; terdakwa Purnomosidhi Noor Muhammad (PNM) dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta; dan terdakwa Arif Setiawan (AS) dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement