Rabu 31 Jan 2024 04:10 WIB

Pilih Transfer Risiko atau Berbagi Risiko

Transfer risiko bukanlah solusi terbaik.

Mahasiswa menolak pinjol.
Foto: Muhammad Noor Alfian
Mahasiswa menolak pinjol.

Oleh : Achmad Firdaus*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Januari-Februari adalah bulan yang sibuk bagi perguruan tinggi. Masa itu, merupakan persiapan dimulainya semester genap tahun akademik berjalan. Tentu saja sebelum mahasiswa memulai perkuliahan. Mereka harus melakukan pembayaran biaya kuliah semester yang biasa disebut uang kuliah tunggal (UKT).

Di sela-sela persiapan perkuliahan tersebut, kita dikejutkan dengan berita tentang mahasiswa perguruan tinggi ternama yang tidak mampu membayar UKT. Pihak kampus menyarankan kepada mahasiswa untuk menggunakan pinjaman online (Republika, Senin 29 Jan 2024).

Baca Juga

Pihak kampus menjelaskan bahwa per Desember 2023, terdapat 1.800 mahasiswa mengajukan keringanan UKT. Di antara mereka, 1.492 mahasiswa telah diberikan keleluasaan untuk mencicil Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP), 184 mahasiswa mendapatkan kebijakan penurunan UKT untuk satu semester, 124 mahasiswa mendapatkan penurunan UKT hingga lulus kuliah (CNN Indonesia, 28 Januari 2024). 

Lantas bagi mahasiswa yang masih belum mampu membayar UKT, pihak kampus memberikan kebijakan bantuan melalui pihak ketiga yaitu pinjaman online (pinjol) yang sudah memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Secara normatip, ini adalah bentuk jalan keluar yang diberikan oleh kampus kepada mahasiswa. Secara legal, lembaga non-bank yang diajak kerjasama adalah sah secara hukum karena sudah terdaftar dan mendapatkan ijin operasional dari OJK. 

Namun demikian, menarik untuk kita diskusikan permasalahan ini dari aspek sosial dan akademik. Dari aspek sosial, kita melihat bahwa mahasiswa tidak mampu membayar UKT karena ketidakmampuan secara finansial. Mereka perlu dibantu agar mereka bisa melanjutkan kuliah di kampus ternama tersebut. Lulus dan mendapatkan predikat alumni perguruan tinggi ternama merupakan idaman seluruh anak muda Indonesia. Bantuan keuangan yang diberikan kepada mereka, sebaiknya adalah suatu jalan keluar yang tidak membuat masalah baru. Mengutip salah satu tag line Perusahaan BUMN, hendaknya bantuan yang diberikan kepada mahasiswa dapat mengatasi masalah tanpa masalah. 

Memberikan solusi pinjaman dari pinjol meskipun telah berizin OJK, adalah mengatasi masalah yang akan menimbulkan masalah baru kepada mahasiswa. Penulis sependapat dengan Ketua Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) OJK, Bapak Sarjito (DetikNews, 26 Januari 2024) yang mengatakan bahwa pembayaran biaya kuliah dengan cicilan, justru semakin membebani mahasiswa. Meskipun dengan pinjol mereka dapat memenuhi kewajiban membayar UKT kampus, namun hal itu membuat masalah baru. Mahasiswa belum tentu dapat melunasinya.

Dari aspek akademik, memberikan Solusi pinjaman Pinjol merupakan bentuk men-transfer atau memindahkan risiko. Risiko berupa berkurangnya pendapatan kampus dari sumber UKT dipindahkan kepada mahasiswa. Transfer risiko bukanlah solusi terbaik. Transfer risiko adalah solusi yang yang bersifat zero-sum game. Situasi di mana bagi satu pihak, masalah dinyatakan sudah selesai, namun bagi pihak lainnya berada dalam posisi yang tidak beruntung. Transfer risiko juga pada prinsipnya merupakan pergerakan energi potensial risiko menjadi energi gerak risiko. Risiko bergerak dari pihak yang memiliki kekuatan kewenangan yang lebih menuju pihak dengan posisi lemah. Kecepatan peralihan risiko akan bergantung pada perbedaan ketinggian posisi kewenangan kedua belah pihak.  

Ajaran Islam melarang praktek transfer risiko karena akan menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Dalam hal ini, solusi yang ditawarkan tidak berazas pada keadilan untuk kedua pihak. Islam mengajarkan sistem berbagi risiko. Pihak kampus dan mahasiswa berbagi risiko. Kampus memiliki risiko atas pendanaan yang diperoleh melalui UKT. Mahasiswa memiliki risiko atas keberlanjutan kuliah. Kedua risiko harus diantisipasi agar dampak atas risiko yang muncul, dapat diprediksi, diukur dan dibuatkan mitigasinya.

Usulan mitigasi risiko yang realistis dan mudah untuk ditindaklanjuti adalah membuat produk yang sejenis dengan Pinjol. Sifat transfer risk dikoreksi dan diperbaiki menjadi berbagi risiko. Cara yang dilakukan adalah dengan memperbaiki akad. Akad pinjol yang awalnya berbasis keuntungan menjadi akad sosial yang didedikasikan untuk kebajikan. Pihak kampus bekerja sama dengan mahasiswa maupun alumni dapat membuat platform urun dana kebajikan. Alumni dan mahasiswa yang memiliki dana berlebih menshadaqohkan sebagian rizkinya melalui platform. Demikian pula dengan mahasiswa yang memerlukan dana untuk kuliah, dapat mengajukan pembiayaan dengan mengakses platform. Penulis yakin, mahasiswa dan alumni kampus ternama memiliki sumber daya manusia dan infrastuktur yang dapat mewujudkan platform ini. 

 

*Dosen Pascasarjana IAI Tazkia, Anggota Islamic Insurance Society (IIS)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement