Senin 29 Jan 2024 12:49 WIB

Beri Solusi Permukiman Kumuh, Tim JKaLgOLithm Juara 3 ASEAN DSE 2023

Negara ASEAN rata-rata memiliki kesulitan dalam mengatasi masalah permukiman kumuh.

Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan yang tergabung dalam tim JKaLgOLithm juara ketiga ASEAN Data Science Explorers 2023.
Foto: Republika.co.id
Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan yang tergabung dalam tim JKaLgOLithm juara ketiga ASEAN Data Science Explorers 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permukiman kumuh masih menjadi persoalan besar di kawasan ASEAN. Sebuah laporan dari ASEAN Sustainable Urbanisation menyatakan, antara 22 hingga 55 persen penduduk perkotaan di ASEAN saat ini tinggal di permukiman kumuh.

Daerah kumuh terbentuk karena ketidaksetaraan pendapatan, pertumbuhan ekonomi yang rendah, migrasi penduduk. Sehingga, hal itu menjebak penduduk dalam kemiskinan dan kurangnya akses ke perumahan yang terjangkau. 

Persoalan itu coba dipotret Kay Eugenia Purnama dan Jessen Wiryawan yang tergabung dalam tim JKaLgOLithm saat mengikuti program ASEAN Data Science Explorers 2023 (ASEAN DSE). Keduanya berhasil keluar sebagai juara ketiga dengan usulan SlumDunk dalam program unggulan dari ASEAN Foundation bekerja sama dengan SAP tersebut.

Kay Eugenia Purnama mengatakan, negara anggota ASEAN rata-rata memiliki kesulitan yang sama dalam mengatasi masalah permukiman kumuh. Selain kurangnya sumber daya keuangan dan tenaga kerja untuk meningkatkan infrastruktur, juga laporan mengenai permukiman kumuh yang tidak lengkap hingga menimbulkan kesulitan bagi pemerintah dalam melaksanakan intervensi dan inisiatif komprehensif. 

"Pada saat yang sama, masyarakat luas cenderung kurang memiliki kesadaran tentang pentingnya mendukung komunitas ini dan membangun masyarakat yang inklusif," kata Kay dalam siaran pers di Jakarta, Senin (29/1/2024). 

Usulan yang diajukan SlumDunk bertumpu pada dua pendekatan yaitu memantau daerah kumuh dan menghubungkan sukarelawan ke daerah kumuh yang membutuhkan. Solusi tersebut menerapkan pencitraan satelit dan sensor Internet of Things (IoT) untuk menemukan daerah kumuh dan kondisinya secara akurat, serta Volunteered Geographic Information (VGI) untuk membuat, mengumpulkan, dan menyebarkan data geografis yang disediakan sukarelawan.

"SlumDunk juga mengusulkan untuk mengumpulkan komunitas sukarelawan untuk melakukan pelatihan bagi masyarakat di permukiman kumuh, membangun fasilitas sanitasi, dan pendanaan. Strategi ini tidak hanya penting tetapi juga sangat bermanfaat dalam menumbuhkan rasa inklusivitas dalam komunitas," kata Jessen.

ASEAN Data Science Explorers 2023 adalah program unggulan ASEAN Foundation dan SAP melalui kolaborasi yang sudah terjalin sejak 2017. Program ini dirancang untuk memberdayakan perusahaan rintisan sosial yang dimotori oleh anak-anak muda ASEAN dalam menciptakan solusi inovatif yang memberikan manfaat ekonomi inklusif di kawasan ASEAN. 

Direktur Eksekutif ASEAN Foundation, Piti Srisangnam, mengatakan ASEAN Foundation dan SAP telah lama bekerja sama pada isu-isu yang sangat penting termasuk literasi data. Tidak hanya di program ini, ASEAN Foundation juga bekerja sama dengan SAP pada program lain, seperti pengembangan usaha sosial. 

"Untuk program DSE, kami fokus pada analisis data dan pemecahan masalah. Peserta menemukan masalah di masing-masing negara dengan membedah data. Dengan pemikiran kritis dan analitik juga bekerja dalam kolaborasi tim, peserta dilatih untuk memimpin, mengikuti, dan mengkomunikasikan masalah ini kepada publik dan menghasilkan solusi," kata Piti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement