Ahad 28 Jan 2024 12:05 WIB

Kelas Menengah Tanggung, Bukan Penerima BLT tapi Bayar UKT Megap-Megap

Perlu dipertimbangkan realokasi anggaran untuk menyokong mahasiswa kelas menengah.

Ilustrasi pinjaman online (pinjol).
Foto:

Seharusnya, pemerintah perlu mempermudah calon SDM berkualitas mengakses pendidikan, terutama pendidikan tinggi yang saat ini dinilai masih mahal. Jika tidak mampu membebaskan biaya pendidikan seperti wajib belajar 12 tahun, pemerintah dapat menyebar bantuan dan keringanan biaya kuliah, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari kelas menengah.

Ya, betul, kelas menengah. Kelas menengah saat ini menjadi kelas yang paling sulit bertahan. Pasalnya, mereka dinilai tidak miskin-miskin amat untuk mendapatkan bantuan pemerintah. Di sisi lain, mereka banting tulang dari pagi sampai pagi untuk memenuhi kebutuhan.

Pelajar tidak mampu punya kesempatan berkuliah gratis melalui program bidik misi. Sementara, pelajar dari keluarga kaya tentu tinggal tunjuk kampus mana yang mereka inginkan.

Sementara, keluarga kelas menengah perlu berhitung panjang dan mempertimbangkan berbagai aspek untuk berkuliah karena dana yang dimiliki terbatas. Di sisi lain tidak bisa mengajukan keringanan karena dianggap mampu.

Saya teringat saat pertama kali tahu kalau saya diterima di sebuah universitas negeri beberapa tahun lalu melalui seleksi nasional masuk PTN. Saat itu kondisi keuangan keluarga sedang tidak baik-baik saja.

Di satu sisi, saya berpikir untuk melepasnya dan mencoba lagi tahun depan sampai keuangan keluarga membaik. Di sisi lain, orang tua saya berpikir belum tentu tahun depan bisa diterima. Kalau tidak diterima, tentu pilihannya masuk melalui jalur mandiri yang biayanya akan jauh lebih besar.

Sempat berpikir untuk mengajukan keringanan biaya tapi tentu saja ditolak karena pekerjaan orang tua sebagai abdi negara dianggap mampu. Padahal enggak mampu-mampu banget. Pada akhirnya, entah bagaimana caranya, akhirnya saya bisa berkuliah hingga lulus.

Orang-orang kelas menengah ini perlu menjadi perhatian pemerintah. Kami tidak miskin, cuma sedikit lebih beruntung dari orang miskn, tapi tidak kaya seperti orang yang tiap bulan bisa ganti ponsel dengan keluaran terbaru. 

Solusinya? Pemerintah perlu mempertimbangkan realokasi anggaran yang tidak begitu perlu untuk meringankan beban UKT mahasiswa. Misalnya, anggaran rapat yang tidak esensial bisa dipangkas.

Atau memperbanyak penerima beasiswa LPDP dalam negeri agar lebih banyak mahasiswa yang dapat berkuliah dan meningkatkan kompetensi tenaga kerja di Indonesia. Pada akhirnya, ini akan meningkatkan daya saing Indonesia juga, kan?

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement