Rabu 10 Jan 2024 21:32 WIB

Perubahan Iklim Picu Lebih Banyak Bencana Banjir di AS

Curah hujan kian meningkat di sepanjang pesisir Timur AS.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Hujan lebat akibat Badai Tropis Lee menyebabkan banjir besar di Amerika Serikat.
Hujan lebat akibat Badai Tropis Lee menyebabkan banjir besar di Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan menguraikan analisis banjir ke dalam mekanisme fisik utamanya, para peneliti di Princeton telah memproyeksikan bahwa perubahan iklim akan secara nyata berdampak pada banjir daerah aliran sungai di seluruh Amerika Serikat selama abad ke-21.

Melalui penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Communications, para peneliti menemukan bahwa proyeksi variasi suhu dan curah hujan diperkirakan akan mendorong peningkatan banjir di Timur Laut dan Tenggara, terutama di sepanjang Pesisir Timur AS. Banjir secara umum akan berkurang di Barat Daya dan Dataran Besar Utara di berbagai wilayah termasuk Montana dan Dakota.

Baca Juga

Penulis koresponden Gabriele Villarini mengatakan bahwa dengan mendasarkan proyeksi pada mekanisme seperti suhu dan curah hujan, para peneliti mengambil pendekatan baru dalam analisis banjir. Sebagian besar studi sebelumnya, mengkaji catatan sejarah dan berbicara tentang banjir 100 tahunan atau banjir 1.000 tahunan sebagai ukuran tingkat keparahannya. Namun Villarini mengatakan bahwa jenis analisis seperti ini tidak cukup dalam iklim yang berubah.

"Ketika kami merancang struktur pelindung, kami merancang untuk masa depan, bukan untuk masa lalu. Jika yang Anda lakukan hanyalah melihat masa lalu dan menganggap masa depan sama saja dengan apa yang terjadi sebelumnya, Anda akan mengalami potensi masalah karena perubahan iklim,” kata Villarini, seorang profesor teknik sipil dan lingkungan dari Princeton's High Meadows Environmental Institute seperti dilansir Phys, Rabu (10/1/2024).

Sebagian besar analisis yang menggunakan catatan sejarah tidak menemukan adanya tren yang signifikan secara statistik terhadap banjir yang lebih besar atau lebih kecil dalam beberapa dekade terakhir, kata para peneliti. Namun, Villarini dan tim mengatakan bahwa hal ini merupakan masalah yang mungkin bergantung pada sifat ekstrem dari kejadian-kejadian tersebut.

Daripada hanya mengandalkan catatan sejarah, Villarini dan tim berfokus untuk memahami proses yang menyebabkan perubahan banjir dari tahun ke tahun, serta membagi penyebab banjir ke dalam dua faktor iklim yang paling penting: suhu musiman dan curah hujan. Para peneliti melakukan pemodelan ekstensif tentang bagaimana setiap komponen musiman memengaruhi banjir. Mereka kemudian memperhitungkan setiap komponen ke dalam model statistik banjir dengan menggunakan data untuk musim yang bersamaan dan musim yang tertinggal untuk memperhitungkan kondisi sebelumnya seperti kondisi kelembapan tanah dan pencairan salju.

Para peneliti memeriksa model mereka dengan data debit banjir historis yang tersedia dan mengetahui bahwa mereka berhasil mengaitkan perubahan banjir yang diamati dengan faktor iklim musiman yang sederhana. Setelah memvalidasi model banjir dan kesesuaian model iklim global dalam mereproduksi masa lalu, para peneliti kemudian beralih ke kejadian di masa depan. Mereka memilih berbagai skenario curah hujan dan suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim di seluruh Amerika Serikat dan menggunakannya untuk memperkirakan perubahan banjir regional.

Gambaran yang muncul dari analisis mereka adalah sinyal perubahan yang lebih kuat dan lebih terdeteksi untuk peningkatan emisi gas rumah kaca, yang menunjukkan dampak perubahan iklim antropogenik terhadap bahaya ini. Selain itu, hasil penelitian mereka menyoroti bahwa kita tidak boleh menggunakan kurangnya sinyal perubahan yang terdeteksi dalam catatan observasi sebagai bukti kurangnya perubahan di masa depan, dan bahwa perubahan iklim harus diperhitungkan dalam desain infrastruktur masa depan.

Villarini berharap penelitian ini dapat membantu para insinyur dan perencana untuk mempersiapkan diri menghadapi kondisi yang berbeda di masa depan. Ia mengatakan bahwa para pemimpin pemerintah harus membuat keputusan tentang bagaimana menghabiskan usaha dan uang untuk menghadapi kondisi masa depan yang mungkin akan lebih menantang daripada kondisi yang dialami saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement