REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Khalik, mengatakan pihaknya butuh penjelasan lebih lengkap dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengenai adanya temuan transaksi janggal partai politik. Menurut Idham, KPU belum dapat mengusut lebih jauh bila belum ada uraian konkret dari PPATK.
"KPU juga butuh penjelasan dari PPATK, apakah frasa 'rekening bendahara partai politik' dalam surat PPATK tersebut adalah RKDK (Rekening Khusus Dana Kampanye). Artinya KPU juga butuh penjelasan konkret dari temuan PPATK itu baru bisa usut lebih jauh," kata Idham, Senin (18/12/2023).
Idham menjelaskan KPU harus mendapat kepastian apakah temuan PPATK itu berkenaan dengan dana kampanye yang ada di dalam RKDK partai politik atau bukan. Karena parpol juga punya rekening di luar RKDK.
"Rekening tersebut keberadaannya diatur dalam UU No. 2 Tahun 2008 yang diubah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2011," ujar Idham.
Idham menambahkan informasi yang beredar di publik, bahwa PPATK telah menyerahkan temuan pemantauan transaksi keuangan tersebut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Untuk itu KPU, lanjut Idham juga menunggu respons dari Bawaslu. Apakah semua ini memenuhi dugaan pelanggaran aturan dana kampanye atau tidak.
"Bawaslu lah yang otoritatif memproses jika ada dugaan pelanggaran aturan dana kampanye," kata Idham menambahkan.
Sebelumnya disebutkan Surat dari Kepala PPATK berperihal: Kesiapan dalam Menjaga Pemilihan Umum/ Pemilihan Kepala Daerah yang Mendukung Integrasi Bangsa tertanggal 8 Desember 2023 dan baru diterima oleh KPU tertanggal 12 Desember 2023 dalam bentuk hardcopy.
Dalam surat PPATK ke KPU tersebut, PPTAK menjelaskan ada rekening bendahara parpol pada periode April-Oktober 2023 terjadi transaksi uang, baik masuk maupun keluar, dalam jumlah ratusan milyar rupiah. PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.
Terkait transaksi ratusan miliar tersebut, bahkan transaksi tersebut bernilai lebih dari setengah triliun rupiah, PPATK tidak merinci sumber dan penerima transaksi keuangan tersebut. Data hanya diberikan dalam bentuk data global, tidak terinci, hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan.
Menurut Idham, KPU pun tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut. Mereka akan lebih dulu melakukan rapat koordinasi selanjutnya dengan parpol atau dengan peserta pemilu pada umumnya untuk mengingatkan kembali tentang batasan maksimal sumbangan dana kampanye dan larangan menerima sumbangan dana kampanye dari sumber-sumber yang dilarang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain hal tersebut PPATK juga melakukan pemantauan atas ratusan ribu Safe Deposit Box (SDB) pada periode Januari 2022-30 September 2023, bank di BUSN (Bank Umum Swasta Nasional) maupun bank BUMN. Di mana menurut PPATK, penggunaan uang tunai yang diambil dări SDB akan menjadi sumber dana kampanye yang tidak sesuai ketentuan apabila KPU tidak melakukan pelarangan.