REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto kerap melontarkan nada sinisme terhadap salah satu rivalnya, Anies Rasyid Baswedan pada forum debat capres perdana yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023) malam WIB.
Prabowo menganggap dalam menyelesaikan persoalan bangsa tidak dapat dilakukan dengan hanya berteori dan retorika. Tidak jarang, dalam Prabowo seperti terkesan meremehkan cara berpikir Anies dalam pembahasan beberapa persoalan.
Pertama adalah ketika Anies menilai persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua, disebabkan oleh ketidakadilan di Bumi Cendrawasih. Karena munculnya ketidakadilan itulah, menurut Anies, merembet ke masalah kriminalitas sampai adanya gerakan separatis di Papua.
"Benar sekali ini soal keadilan. Tapi tidak sesederhana itu Pak Anies. Ada faktor lain Pak Anies," kata menteri pertahanan (menhan) tersebut. Prabowo menjelaskan persoalan Papua cukup kompleks.
Selain adanya faktor geopolitik, sambung dia, juga ada masalah ideologi. "Ini masalahnya tidak gampang," ujar Prabowo dengan suara lantang.
Nada serupa kembali diperlihatkan Prabowo ketika keduanya membahas masalah demokrasi Indonesia. Anies merasa demokrasi Indonesia berjalan mundur. Di mana oposisi saat ini sudah tidak ada. Lalu pemerintah kerap melakukan intimidasi dan pengerahan aparat terhadap suara-suara kritis dari bawah.
Dan pemerintah, menurut Anies, kerap menggunakan pasal karet dari Undang Undang ITE untuk menjerumuskan lawan politik atau pengkritik pemerintah ke penjara. "Ketika kita bicara demokrasi minimal ada tiga, satu adalah adanya kebebasan berbicara. Kedua adanya oposisi yang bebas untuk mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah," ucap Anies.
"Ketiga adanya proses pemilu, pilpres yang netral, yang transparan, jujur dan adil. Dan kalau kita saksikan akhir-akhir ini dua ini mengalami problem, kita menyaksikan bagaimana kebebasan berbicara menurun, termasuk mengkritik partai politik. Dan angka demokrasi kita menurun angka demokrasi kita," kata Anies menegaskan.
Prabowo pun membantah Anies dengan menyebutkan demokrasi Indonesia baik-baik saja selama pemerintahan Presiden Jokowi. Prabowo menanggapi kegalauan Anies terhadap demokrasi dengan mengungkit Anies maju di Pilgub DKI 2017 lalu karena dirinya bersikap demokratis memberikan tiket kepada Anies yang bukan kader Partai Gerindra.
"Mas Anies, Mas Anies. Saya rasa pendapat Mas Anies itu berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi. Mas Anies itu dipilih jadi Gubernur DKI menghadapi pemerintah berkuasa. Saya yang usung bapak. Saya saat itu oposisi," kata ketua umum DPP Partai Gerindra tersebut.
"Kalau demokrasi tak berjalan tak mungkin Anda menjadi Gubernur. Kalau Jokowi diktator Anda tak mungkin jadi Gubernur. saya waktu itu oposisi Mas Anies, Anda oposisi Anda terpilih," ucap Prabowo lagi.
Saat Anies maju di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, ia diusung oleh Partai Gerindra dan PKS yang berposisi di luar pemerintahan Jokowi. Prabowo mengingatkan, saat itu Anies menghadapi kekuasaan yang lebih menjagokan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang didukung partai pemerintah termasuk PDIP dan Nasdem.
Anies pun merespons balik klaim Prabowo yang menyebutkan demokrasi di Indonesia baik-baik saja. Menurut Anies antara pemerintah dan oposisi itu adalah posisi terhormat. Tapi Anies menyayangkan Prabowo yang gagal bertahan menjadi oposisi sehingga begitu kalah dari Jokowi di Pilpres 2019, justru setelah itu berkoalisi dan menyeberang ke pemerintahan.
"Sayangnya Pak Prabowo tidak tahan menjadi oposisi. Karena berpikir beroposisi tidak baik untuk bisnis. Kekusaan lebih dari sekedar bisnis. Kekuasaan lebih dari sekedar uang. Kekuasaan adalah sebuah kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat," ucap Anies.
Anies sebut Prabowo fiksi...