Rabu 22 Nov 2023 16:15 WIB

Tegak Lurus Demokrasi dan Masa Depan Indonesia 2045

Pada Pemilu 2024 masa depan demokrasi Indonesia dipertaruhkan

Deklarasi Kampanye damai dan berintegritas Pemilu 2019. (ilustrasi)
Foto:

Demokrasi dan ruang publik yang sehat

Lemahnya partisipasi publik dalam perumusan-perumusan kebijakan negara merupakan gejala stagnansi demokrasi.Negara seringkali mengambil posisi diametral dengan warganya.

Ironisnya, kecurigaan terhadap negara yang tidakberpihak pada warga malah terus menerus mendapatkan validasi justru dari tingkah laku negara itu sendiri.

Negara kerap tampil dengan wajah garang di hadapan publik atas nama pembangunan. Praktik-praktik kegarangan negara bahkan sering kali mengakibatkan warga harus berhadapan dengan moncong senjata saat hendak mempertahankan kepentingannya.

Pada tahap ini kebebasan adalah barang mewah. Padahal kebebasan adalah urat nadi dari demokrasi. Sulit bahkan mustahil membayangkan demokrasi dapat tumbuh dengan meniadakan kebebasan.

Sebagai bangsa yang masih belajar berdemokrasi kebebasan seolah barang gaib. Ia ada, tetapi tidak ada. Merujuk data Democracy Index (DI) versi The Economist Intelligence Unit (EIU) kebebasan sipil di Indonesia mengalamipenurunan secara gradual selama empat tahun terakhir.

Indonesia masih termasuk negara yang dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi yang cacat (flawed democracy). Flawed democracy sendiri berindikator pada pengekangan terhadap kebebasan pers, dan rendahnya partisipasi politik masyarakat.

Komnas HAM bersama Litbang Kompas pada 2020 melakukan survei pada 34 Provinsi di Indonesia sebanyak 36% responden merasa tidak bebas menyampaikan ekspresi di media sosial. Selanjutnya, 66% responden khawatir akun atau data pribadi mereka diretas atau disalahgunakan.

Sebanyak 29% responden menilai bahwa mengkritikpemerintah adalah isu paling tidak bebas untuk dinyatakan dan diekspresikan. Lalu 80% responden khawatir bahwa dalam keadaan darurat pemerintah dapat atau akan menyalahgunakan kewenangan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Tren menurunnya kebebasan sipil ini agaknya berangkat dari anggapan negara tentang sebuah masa di mana arus informasi mengalir begitu deras. Para ilmuwan sosial sering menyebutnya sebagai post truth era.

Sebuah masa di mana ruang publik disesaki dengan berbagai macam informasi yang tentunya menomorduakan kebenaran itu sendiri. Sialnya, momentum ini seringkali digunakan sebagai alat justifikasi memberangus kebebasan.

Padahal membersihkan tumpukan sampah dalam ruang publik sama sekali bukan berarti justifikasi atas pembatasan kebebasan.

Baca tulisan di halaman selanjutnya....

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement