Senin 13 Nov 2023 18:41 WIB

Politikus PDIP Kritik Rencana Kementan Impor Beras

Politikus PDIP Sutrisno mengkritisi rencana Kementan impor beras 3,5 juta ton.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
Petani melepas jaring hama burung di tanaman padi siap panen. Politikus PDIP Sutrisno mengkritisi rencana Kementan impor beras 3,5 juta ton.
Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Petani melepas jaring hama burung di tanaman padi siap panen. Politikus PDIP Sutrisno mengkritisi rencana Kementan impor beras 3,5 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI, Sutrisno, mengkritisi rencana impor beras 3,5 juta ton Kementerian Pertanian (Kementan). Ia meminta beras-beras impor cuma dijadikan cadangan darurat saat ada kebutuhan mendesak.

Diawali kritik Sutrisno soal data pendukung yang dibawa Mentan Amran ketika rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI. Ia mengingatkan, dalam laporan sebelumnya sudah ada rencana produksi gabah 54 juta ton.

Baca Juga

Bahkan, ia menekankan, sekalipun terjadi penurunan Indonesia masih memiliki sekitar 31-32 juta ton beras. Karenanya, Sutrisna menegaskan, validitas data sangat penting sebelum Kementan mengeluarkan kebijakan.

"Dan kami mohon mana pula itu dilakukan, sebagaimana disampaikan 8 November lalu, beras-beras impor itu dijadikan cadangan darurat manakala terjadi kebutuhan yang sangat mendesak," kata Sutrisno, Senin (13/11).

Artinya, ia menuturkan, jangan setiap kali ada impor beras dilaksanakan Kementan langsung dilempar ke pasar. Hal itu membuat rakyat, petani dan produsen yang sekarang bergembira ada penyesuaian harga kembali kecewa.

"Harus menikmati harga yang tidak sesuai yang mengakibatkan pendapatan mereka akan lebih rendah," ujar Sutrisno.

Selain itu, Sutrisno mengkritisi rencana perubahan anggaran Kementan yang diajukan kurang dari dua bulan tutup tahun. Perubahan sendiri  untuk penyediaan bibit mendukung peningkatan produksi padi dan jagung.

Ia mengingatkan, banyak bibit-bibit yang disediakan Kementan itu mengalami penolakan dari masyarakat karena tidak sesuai kondisi lingkungan dan lahan. Hal itu membuat banyak petani menolaknya.

Misalnya, lanjut Sutrisno, ketika petani-petani diberikan bibit jagung jenis Rajawali. Sedangkan, banyak petani-petani jagung ini yang lahan dan lingkungannya dirasa lebih cocok memakai jenis BISI 18 atau NK 212.

"Sampai kelompoknya tidak usahlah kalau dikasih bibit itu. Ini pertanda mereka tidak serta merta ada bantuan sebagai kebanggaan. Jadi, mohon disesuaikan kebutuhan kalau memang tujuannya meningkatkan kehidupan rakyat petani," kata Sutrisno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement