REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono menggandeng praktisi dan pakar di bidang pangan untuk terlibat dalam gerakan nasional pengurangan kehilangan dan pemborosan makanan atau food loss dan food waste.
UKP RI Muhamad Mardiono dalam FGD bertema Inovasi Pengolahan Pangan Lokal Sebagai Gerakan Nasional Pengurangan Kehilangan dan Pemborosan Makanan di Jakarta, Sabtu (4/11/2023), mengatakan sesuai dengan tugas dan fungsinya, ia siap mendukung gerakan pengurangan food loss dan food waste yang telah diinisiasi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sehingga menjadi gerakan nasional yang membudaya.
“Saya berharap seluruh stakeholder terlibat dalam gerakan ini termasuk para koki, praktisi pangan lokal, masyarakat, akademisi, perwakilan pelaku bisnis pangan, UMKM, serta media sebagai instrumen penyebaran informasi,” kata Mardiono.
Menurut Mardiono, Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang nilai gizinya sangat tinggi termasuk rempah yang melimpah, beraneka ragam jenis pangan lokal, hingga menu tradisional. Maka semestinya ini menjadi modal bagi bangsa ini untuk mewujudkan ketahanan pangan sehingga masyarakatnya bebas dari ancaman stunting dan kemiskinan ekstrem.
Mardiono menekankan pentingnya gerakan pengurangan food loss dan food waste mengingat jika ditinjau secara global sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya.“Bahkan akibat sampah makanan Bappenas memperkirakan negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi mencapai Rp 213 triliun sampai Rp 551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia,” katanya,
Di sisi lain sampah makanan juga menyumbang 8-10 persen emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Berdasarkan data UNEP, Indonesia menempati peringkat ke-4 sebagai megara dengan produksi sampah makanan terbesar di dunia setelah China, India, dan Nigeria, dengan total sampah makanan mencapai 21 juta ton tiap tahunnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat persentase sampah makanan sebagai salah satu indikator tujuan pembangunan berkelanjutan ke-12 di Indonesia, pada 2022 meningkat menjadi 41,55 persen dari 39,23 persen pada tahun sebelumnya dengam volume timbulan sampah mencapai 19,45 juta ton (pada 2022).
“Di sisi lain negara kita masih memberikan subsidi BBM kepada masyarakat yang membutuhkan. Hal ini tentunya tidak selaras dengan sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” katanya.
Fakta-fakta itu kata Mardiono, harus menjadi perhatian banyak pihak untuk meningkatkan komitmen dalam mengurangi hingga setengahnya limbah pangan per kapita global, di tingkat ritel dan konsumen, serta mengurangi kehilangan makanan sepanjang rantai produksi dan pasokan termasuk kehilangan saat pascapanen pada 2030.
Oleh karena itu, Mardiono menginisiasi pertemun dengan para praktisi pangan termasuk perwakilan dari Indonesia Chef Association (ICA), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Food Bank of Indonesia (FOI), islamic Chef en Kulinery Indonesia (ICCI), Asosiasi Chef Halal Indonesia, serta para penggiat pangan lokal.
“Kiprah mereka sangat kita nantikan untuk melakukan inovasi pengolahan pangan lokal sehingga tak perlu lagi ada pangan yang hilang atau terbuang karena diolah dengan efisien dan disukai masyarakat,” katanya.