Sabtu 04 Nov 2023 13:36 WIB

Pengamat UI Sebut Penahanan Achsanul Bukti Upaya Pelemahan BPK

BPK perlu dikembangkan fungsinya sebagai lembaga audit negara yang independen.

Pengamat politik kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono.
Foto: ANTARA/Dokumentasi Pribadi
Pengamat politik kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pengamat politik kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono menyebut penetapan Achsanul Kosasih sebagai tersangka kasus korupsi proyek Base Transreceiver Station (BTS) 4G merupakan bukti upaya pelemahan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Achsanul, anggota BPK, diduga menerima dana sebesar Rp 40 miliar terkait dengan kewenangannya sebagai anggota BPK yang melakukan audit terhadap proyek BTS.

"Penetapan Achsanul sebagai tersangka menggambarkan adanya upaya pelemahan lembaga yang seharusnya menjadi pilar penting dalam melakukan audit keuangan negara, yakni BPK," ujar Vishnu Juwono di Depok, Sabtu (4/11/2023).

Baca Juga

Vishnu menyoroti independensi BPK sebagai lembaga negara yang seharusnya bebas dari intervensi politik, terlebih lagi korupsi. Apalagi, pemilihan anggota BPK melibatkan proses seleksi dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Perlu diketahui bahwa Achsanul ini adalah mantan Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat dan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI.

Kasus korupsi ini, lanjut Vishnu, menandakan bahwa politisasi di BPK telah mengakibatkan pelemahan dalam upaya pemberantasan korupsi di lembaga ini.

Vishnu mengekspresikan keprihatinannya terhadap kondisi ini karena BPK memegang peranan penting dalam mengungkap kasus korupsi melalui fungsi audit investigasinya. Lebih lanjut, Vishnu menyoroti kasus korupsi di BPK ini bukan pertama kali.

Pada tahun 2020 terdapat dugaan kasus penyuapan melibatkan Profesor Riza Djalil, mantan Ketua BPK, yang juga mantan politisi PAN.

Dengan upaya melemahkan fungsi audit yang dilakukan oleh BPK oleh elite partai politik, menurut Vishnu, mengisyaratkan bahwa BPK berpotensi sebagai alat pemerasan dari pimpinannya terhadap kementerian, lembaga negara, dan pemerintahan daerah.

Vishnu menegaskan bahwa BPK yang mempunyai otoritas dalam menentukan status laporan keuangan negara, masuk dalam kategori wajar dengan persyaratan (WDP) atau wajar tanpa persyaratan (WTP).

Pengamat politik kebijakan publik ini memandang perlu mengembalikan fungsi BPK kepada tujuan asalnya sebagai lembaga audit negara yang independen. Ia menekankan pentingnya pemilihan pemimpin BPK yang independen secara politik, berkompeten baik dari sisi keilmuan maupun pengalaman di bidang audit keuangan, terutama dalam sektor publik.

Kasus Achsanul, kata Vishnu, menjadi peringatan perlunya perbaikan mendalam dalam menjaga independensi BPK. Peristiwa ini juga menekankan urgensi untuk mengembalikan fokus BPK pada tujuan utamanya, yaitu memberantas korupsi melalui fungsi audit keuangan negara yang transparan dan independen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement