Selasa 31 Oct 2023 17:39 WIB

MKMK Periksa Ketua MK Anwar Usman Secara Tertutup

Anwar Usman diperiksa oleh Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) bersiap menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) bersiap menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memeriksa Ketua MK Anwar Usman secara tertutup terkait laporan masyarakat atas Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Selasa petang.

Pantauan di lokasi, Anwar Usman tiba ruangan pemeriksaan, di Lantai 4 Gedung II MK, Jakarta sekitar pukul 16.10 WIB. Ia diperiksa secara tertutup oleh tiga anggota MKMK, yaitu Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih.

Baca Juga

Ketika berjalan dari Gedung I MK menuju Gedung II MK, Anwar Usman yang tampak mengenakan batik berwarna coklat itu sempat menjawab pertanyaan awak media.

Terkait dirinya yang mendapat laporan terbanyak dari masyarakat atas putusan mengenai syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden itu, Anwar mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut karena menilai itu sebagai konsekuensi ketua MK. “Ya, saya 'kan ketua (MK),” ucap Anwar singkat.

Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie mengatakan, MKMK menggelar dua sidang pada Selasa, yakni sidang terbuka untuk memanggil para pelapor dan sidang tertutup untuk hakim konstitusi selaku terlapor.

"Ada dua jenis sidang yang akan dilakukan, yaitu sidang terbuka untuk memeriksa pelapor dan sidang tertutup untuk memeriksa hakim. Sidang pelapor pada pagi hari jam 09:00 WIB; sidang untuk hakimnya malam hari," kata Jimly usai pertemuan tertutup dengan sembilan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Senin (30/10).

Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah.

Dalam gugatannya, Almas memohon syarat pencalonan peserta pilpres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

Putusan itu menjadi kontroversi karena dinilai sarat konflik kepentingan. Laporan masyarakat yang menduga adanya pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus perkara itu kemudian bermunculan.

Ketua MKMK itu pun mengatakan hingga Senin (30/10), pihaknya telah menerima 18 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik para hakim MK.

"Jadi, sekarang sudah ada 18 laporan, sudah nambah lagi dua laporan pada hari ini. Dari 18 itu, ada enam isu. Kemudian, ada sembilan (hakim) terlapor, tetapi (laporan) yang paling pokok, paling utama, paling banyak itu Pak Anwar Usman," ujar Jimly.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement