Kamis 26 Oct 2023 16:52 WIB

Belasan Akademi Laporkan Ketua Mahkamah Konstitusi ke MKMK

Ketua MK dianggap telah melakukan pelanggaran etik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 16 akademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena dugaan pelanggaran etik. Ini merupakan laporan kesekian kalinya menyasar Anwar Usman pascaputusan MK yang mengizinkan seseorang di bawah 40 tahun maju jadi capres asal pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. 

Kuasa hukum pelapor, Violla Reininda menyampaikan para pelapor melihat rangkaian conflict of interest dan pelanggaran etik oleh Anwar Usman bahkan dimulai sebelum putusan dibacakan. Yaitu tatkala memberikan komentar dengan nuansa mendukung putusan pro Gibran dalam “Kuliah Umum bersama Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H.” pada 9 September 2023 yang tayang di kanal Youtube Universitas Islam Sultan Agung. 

 

"Para pelapor melihat Anwar Usman terlibat konflik kepentingan pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 karena perkara terkait erat dengan relasi kekeluargaan hakim terlapor dengan pihak yang diuntungkan atas dikabulkannya permohonan, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan keponakan hakim terlapor," kata Violla saat ditemui di Gedung MK, Kamis (16/10/2023). 

 

Violla mendukung pembentukkan Majelis Kehormatab MK (MKMK) guna menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik para hakim MK, termasuk Anwar Usman. Violla berpesan agar MKMK dapat bekerja sesuai prinsip objektif dan independen. 

 

"Oleh karena itu agar MKMK dapat memeriksa secara objektif, independen sesuai hukum yang berlaku," ujar Violla. 

 

Violla juga menyinggung agar para hakim MK mengikuti proses pemeriksaan di MKMK. Violla tak ingin ada hakim MK yang diistimewakan oleh MKMK hingga memolorkan proses pemeriksaan. 

"Dan para hakim MK harus kooperatif untuk diperiksa dalam perkara ini," ujar Violla. 

 

Violla pun berharap MKMK dapat bekerja maksimal dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Violla meminta MKMK tegas menjatuhkan sanksi berat manakala pelanggarannya memang di skala berat. 

 

"Ketika ditemukan pelanggaran berat terkait conflit of interest bisa kasih sanksi berat berupa pemecatan dengan tidak hormat (PTDH)," ujar Violla. 

 

Daftar para pelapor:

 

1. Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

2. Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C.

3. Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H.

4. Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D

5. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.

6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H.

7. Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H.

8. Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M.

9. Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H.

10. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.

11. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.

12. Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A.

13. Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H.

14. Bivitri Susanti, S.H., LL.M.

15. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.

16. Warkhatun Najidah, S.H., M.H.

 

Seperti diketahui, MK akhirnya menyatakan pembentukkan Majelis Kehormatan MK. Kehadiran MKMK ini guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih. 

 

Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Diantaranya dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).

 

Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023). 

 

Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement