Kamis 26 Oct 2023 15:57 WIB

Amil Zakat dan Sandwich Generation

Sejumlah amil tak sedikit yang sejak awal bergabung menjadi pada sebuah OPZ.

Amil Zakat (ilustrasi)
Foto:

Oleh : Nana Sudiana (Direktur Akademizi & Associate Expert FOZ)

5 Langkah OPZ Memutus Rantai Amil Generasi Sandwich?

Bagi OPZ yang sering mengatakan “SDM adalah asset paling berharga bagi lembaga”, kini saatnya membuktikan diri bagaimana ia berperan serius dalam memutus mata rantai generasi sandwich. Ingat, memutus rantai generasi sandwich bukanlah hal mudah.

Diperlukanan cara yang tepat dan juga konsisten. Bagi OPZ yang ingin mensejahterakan amilnya sekaligus  memutus mata rantai generasi sandwich, tak ada salahnya untuk mengikuti 5 langkah ini.

Pertama, berikanlah upah (gaji) yang layak dan adil untuk para amil dan pekerja lainnya. Definisi upah menurut UU ketenagakerjaan adalah : “hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja.

Upah ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan”. Praktiknya, tafsir atas definisi ini masih belum sama, baik antara pemberi upah, regulator maupun pekerja (penerima upah). Dalam perspektif tenaga kerja, mereka memandang bahwa upah adalah komponen pokok bagi kelangsungan hidupnya beserta keluarganya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sampai hari ini, di tengah dunia zakat, soal upah ini pengaturan-nya masih sepenuhnya diserahkan pada masing-masing OPZ. Belum ada semacam standar gaji atau upah bagi para amil.

Setiap OPZ, masih bebas untuk mengatur upah amil-nya sesuai kondisi dan kemampuan keuangan OPZ masing-masing. Dari pemerintah pun, untuk sektor swasta (termasuk pengelola zakat), aturan normatifnya adalah“pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum”. Di lapangan, aturan upah minimum ini sendiri belum memadai untuk memenuhi aspek kesejahteraan bagi tenaga kerja.

Nah, di dunia amil pun sama. Masih cukup banyak amil yang bekerja di lingkungan OPZ, namun upahnya belum sesuai upah minimum.

Dalam definisi upah minimum sendiri, harapannya upah ini mampu mendorong kehidupan tenaga kerja (dalam hal ini amil) untuk “bisa mewujudkan hak pekerja atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam penetapan upah ini juga, idealnya tidak ada diskriminasi dalam pengelolaannya. Adapun soal kenaikan upah secara berkala, lagi-lagi disesuaikan dengan kemampuan OPZ.

Untuk memutus mata rantai generasi sandwich, ada baiknya setiap OPZ mampu memenuhi standar-standar gaji (upah) yang ada, minimal sesuai aturan ketenagakerjaan ditambah dengan pertimbangan-pertimbangan lain sesuai kemampuan OPZ dan melihat kinerja masing-masing amil.

Baik pula bila setiap tahun, walau tak banyak, dilakukan juga kenaikan upah bagi amil. Bisa dengan kenaikan besaran tertentu atau dengan prosentase.

Perlu juga diperhatikan secara detail dari masing-masing amil, berapa anak-nya, bagaimana kondisi keluarga-nya serta hal lainnya yang menyangkut kesejahteraan para amil. Bisa juga OPZ memberikan semacam tunjangan atau bantuan bagi Pendidikan amil dan anak-anak-nya serta bagi perlindungan dan proteksi kesehatan keluarga amil.  

Kedua, mengedukasi amil agar memiliki kemampuan merencanakan keuangan mereka. Berapapun kafalah (gaji) seorang amil yang diterima dari lembaga, jika tak dikelola dengan baik sama saja, akan habis dan cenderung tak cukup. Para amil harus diedukasi untuk memiliki rencana keuangan keluarga-nya secara baik.

Ia harus menghitung apa saja prioritas pengeluaran keuangan-nya, sehingga mampu setidaknya menutupi kebutuhan-kebutuhan sesuai prioritasnya. Dengan kemampuan perencanaan keuangan yang baik, akan semakin mudah untuk mencapai tujuan hidup melalui pengelolaan keuangan secara terencana.

Tujuan-tujuan hidup yang ingin dicapai oleh seorang amil antara lain dapat berupa: menikah, memiliki rumah sendiri, memiliki kendaraan pribadi, menunaikan ibadah haji, kesiapan biaya pendidikan anak, serta tersedianya dana pensiun di hari tua. Dengan proses yang terencana, seorang amil akan memiliki “arah dan arti” dalam keputusan finansial bagi keluarga-nya.

Melalui pengelolaan keuangan yang terencana dengan baik, seorang amil akan dapat mempertimbangkan efek jangka pendek dan jangka panjang atas tujuan-tujuan hidupnya. Dia dapat lebih mudah beradaptasi atas perubahan hidup dan merasa lebih aman karena tujuan-tujuannya berada di jalur yang tepat.

Dengan perencanaan keuangan yang dilakukan, seorang amil secara bertahap diharapkan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan keuangan di masa kini dan masa depan. Hal ini juga akan semoga mampu memproteksi seorang amil dan keluarga-nya secara finansial dari risiko apapun yang mungkin terjadi.

Ketiga, edukasi amil untuk menabung secara rutin dan istiqomah. Sandwich generation bisa juga terjadi karena kurangnya kemampuan seseorang dalam mengatur finansial.

Mereka yang masih sedang bekerja, justru tidak mempersiapkan tabungan untuk hari tua. Mereka juga tidak menyiapkan simpanan cadangan (berupa tabungan) untuk mencegah terjadinya hal yang memerlukan dana dalam jumlah besar.

Ketika sampai waktunya untuk pensiun dan tidak lagi aktif bekerja, mereka tidak memiliki banyak uang untuk menghidupi kehidupannya sendiri dan harus bergantung kepada anak. Jadilah kemudian anak-anak-nya menanggung beban yang ada.

Untuk para amil, perlu dilakukan edukasi sejak dini, bahwa mereka harus belajar untuk menabung. Berapapun angka-nya, menabung perlu secara rutin dilakukan. Saat yang sama, para amil juga diajarkan untuk berperilaku sederhana dan mampu menghemat pengeluaran.

Mereka boleh belanja, namun hanya boleh mengeluarkan uang untuk hal-hal yang penting saja. Menabung-nya pun sejak awal disesuaikan dengan semua keinginan dan rencana yang ada, baik untuk jangka pendek, menengah atau jangka panjang seperti untuk anak-anak sekolah, sewa rumah, umroh, atau yang lainnya. Rencanakan waktu, jumlah dan bagaimana mencapainya.

Untuk tujuan-tujuan jangka panjang, seperti untuk pernikahan anak, haji atau umrah, pendidikan lanjutan, wisata, dan lainnya, bisa dilakukan dengan model skema tabungan jangka panjang. Semakin panjang masa menabungnya, akan semakin ringan.

Dengan menabung apa pun tujuan yang ingin dilakukan di masa depan, memungkinkan untuk bisa diraih. Dengan mengelola keuangan secara bijak dan disiplin, dibantu dengan menabung secara konsisten, Insya Allah akan memudahkan dalam mencapai apa yang telah direncanakan sebelumnya.

Keempat, menyiapkan dana untuk kebutuhan pendidikan dan Kesehatan. Dana pendidikan dan kesehatan semakin ke sini tidak semakin murah. Diperlukan kesiapan yang memadai bagi para amil untuk menyiapkan dana pendidikan bagi anak-anaknya. Pun termasuk untuk biaya kesehatan.

Pendidikan sendiri sejatinya bukan gaya hidup, namun justru investasi bagi kehidupan di masa depan. Dengan Pendidikan yang cukup baik, harapan-nya, generasi sandwich akan dipotong siklusnya.

Skema persiapan pendidikan dan juga proteksi kesehatan tak cukup dengan hanya berupa tabungan. Diperlukan juga semacam asuransi untuk kedua hal penting ini.

Dengan asuransi pendidikan, para amil sebagai orang tua akan dapat menyiapkan biaya pendidikan anak-anaknya di masa depan. Hal ini tentu saja disiapkan sejak si anak lahir. Persiapan ini ke depan-nya akan meringankan beban orang tua di kemudian hari.

Dalam proses perencanaan asuransi pendidikan, tentu saja para amil harus memperkirakan perhitungan biaya pendidikan anak secara detail, seperti akan memilih sekolah di mana yang disesuaikan dengan kemampuan finansial. Pilihlah perusahaan asuransi yang baik dan memiliki kredibilitas.

Dalam hal kesehatan-pun, kita tak cukup menabung, diperlukan asuransi kesehatan untuk jaga-jaga atas segala kemungkinan di masa depan. Pada dasarnya, semakin bertambahnya usia, ketahanan tubuh akan semakin mudah turun yang berimbas pada kesehatan. Hal ini perlu benar-benar dipahami para amil.

Sejak awal, setiap amil harus memperhatikan soal asuransi Kesehatan dirinya, orang tua, maupun anak-anaknya. Dengan memiliki asuransi kesehatan yang memadai, para amil akan mendapatkan jaminan kesehatan atas rawat inap, rawat jalan, pengobatan untuk gigi, penggantian kacamata, melahirkan sesuai dengan batasan yang dijamin polis asuransi masing-masing. Setidaknya, setiap amil dan anggota keluarganya harus memastikan diri terdaftar secara aktif di asuransi BPJS Kesehatan.

Kelima, menyiapkan program pensiun. Hampir sama dengan menabung, setiap amil harus menyiapkan diri untuk masa pensiunnya. Sadari sejak sekarang bahwa para amil tidak selamanya akan terus menerus bekerja akan sampai pada saatnya pensiun.

Nah, untuk persiapan pensiun, tak cukup hanya menanti dana pensiun dari OPZ. Iya kalau ada, kalau tak ada, bukankah akan malah jadi tambah beban ketika masa itu tiba. Sejak awal, setiap amil harus merencanakan soal pensiun ini dengan baik. Walau agak memaksakan diri, bagus juga bila setiap bulan memastikan menyisihkan penghasilan yang ada untuk membayar, atau tepatnya menabung dana pensiun secara mandiri.

Pada gilirannya, sejumlah uang yang terkumpul sampai menjelang pensiun, akan menjadi “uang kaget” yang akan membantu mengurangi beban saat masa pensiun itu benar tiba. Program tabungan pensiun adalah langkah awal yang baik sebagai bukti seorang amil menyiapkan dirinya setelah selesai masa kerja-nya, saat yang sama, hal ini juga sebagai bukti bahwa ia menyayangi dirinya dan keluarganya dengan tidak menjadi beban. Hal ini agar ketika ia sampai pada saatnya menikmati masa tua, ia mampu meminimalisir terjadinya generasi sandwich pada anak-anaknya dan juga keluarga-nya.

***

Setelah kelima langkah ini dilakukan, semoga dunia zakat secara bertahap bebas dari generasi sandwich. Sebuah generasi yang layaknya “lingkaran kemiskinan” akan terus berputar tak ada ujungnya.

Dengan segala persiapan yang matang, dan kerjasama yang baik antara para amil dengan keluarga-nya juga dengan OPZ-nya masing-masing, harapannya tak ada amil yang akan menjadi beban di masa tua-nya. Kalau hari ini para amil masih menanggung orang tua dan anak-anak-nya, semoga kelak saat amil-amil ini menjadi orang tua, lalu pensiun dan menikmati hari tuanya. Mereka bukan termasuk beban, justru menjadi contoh kebebasan finansial (freedom financial) pascapensiun dari amil.

Dengan tidak menjadi beban bagi anak-anak, semoga menjadi inspirasi bagi masyarakat secara umum. Diharapkan pula generasi amil yang akan lahir dan meneruskan jejak di dunia gerakan zakat negeri ini, bukanlah para amil yang masuk jebakan generasi sandwich, sehingga sejak awal mereka akan lebih fokus, lebih produktif dan mampu dengan cepat memajukan gerakan zakat Indonesia.

Semoga.

#Ditulis di pinggir Timur Kota Jakarta, 22 Oktober 2023  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement