Selasa 17 Oct 2023 11:57 WIB

PDIP Sindir Kenegarawanan Hakim MK Jelang Pemilu 2024

Hasto sebut MK harus betul-betul merdeka dan independen.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto
Foto: Republika/ Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengatakan bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) ada pada pengujian suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bukan malah menambah materi baru, yang seharusnya menjadi tugas dari DPR dan pemerintah.

Seperti diketahui, MK memutuskan mengabulkan sebagian perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut membuat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bisa berusia di bawah 40 tahun, selama memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

Baca Juga

Ia pun menyinggung sikap kenegarawanan hakim konstitusi dalam memutuskan untuk mengabulkan perkara tersebut. Sebab, putusan tersebut keluar tiga hari sebelum pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ketika pemilu sebenarnya sudah masuk pada tahapan pendaftaran capres dan cawapres, masih ada persoalan-persoalan yang seharusnya tidak perlu, ketika sikap kenegarawanan itu betul-betul dikedepankan," ujar Hasto di Media Center Tim Pemenangan Nasional Ganjar Presiden (TPN GP), Jakarta, Senin (16/10/2023) malam.

Lembaga yang dipimpin oleh Anwar Usman itu sebenarnya diharapkan mengambil keputusan yang jauh dari intervensi dan kepentingan. MK harus menjadi lembaga yang independen dan tak memihak dalam menjalankan tugasnya.

"MK harus betul-betul merdeka, independen dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi bangsa dan negara," ujar Hasto.

Di samping itu, ia juga mengutip pernyataan banyak pakar hukum tata negara usai putusan tersebut. Jelasnya, putusan ihwal capres-cawapres yang memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baru bisa terlaksana setelah adanya revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Selama perubahan UU itu tidak dilakukan, maka otomatis keputusan tersebut belum efektif sebagai hukum," ujar Hasto.

Diketahui, MK memutuskan mengabulkan sebagian uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam gugatan ini, Almas memilih Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk sebagai kuasa hukum. Permohonan ini diterima MK pada 3 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement