REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Antara
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menjelaskan bahwa jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), tak semata-mata menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendamping Prabowo Subianto. Sebab, ada perhitungan sangat detail yang harus dilakukan Menteri Pertahanan itu.
Namun jika Prabowo memilih Gibran sebagai bakal cawapresnya, ia melihat dua kemungkinan yang dapat terjadi. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dapat menjadi aset atau beban elektoral bagi Prabowo pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Pasti akan dihitung secara matang seberapa besar potensi Gibran apakah ketika menjadi pendamping Pak Prabowo dia menjadi electoral liability atau electoral asset. Apakah dia menjadi beban elektoral buat Pak Prabowo ataukah menjadi aset elektoral," ujar Burhanuddin dalam analisisnya yang diunggah di akun Youtube Indikator Politik Indonesia, Kamis (12/10/2023).
Gibran akan menjadi beban, sebab isu terkait dinasti politik akan terus bergulir hingga pencoblosan pada 14 Februari 2024. Alih-alin menambah suara, hal tersebut justru berpotensi besar menggerus elektabilitas Prabowo yang saat ini sudah tinggi.
Namun, ada kemungkinan pula Gibran menjadi aset elektoral bagi Prabowo. Sebab ada peluang besar jika basis pemilih Jokowi di Tengah dan Jawa Timur pada kontestasi sebelumnya mendukung Wali Kota Solo tersebut.
"Jadi suara-suara di basis atau kantong Ganjar Pranowo di Jawa Tengah dan Jawa Timur kemungkinan besar yang akan tergerogoti, kalau misalnya Gibran tampil sebagai aset elektoral," ujar Burhanuddin.
Koalisi Indonesia Maju juga perlu melakukan hitung-hitungan yang tepat jika ingin memilih Gibran sebagai bakal cawapres untuk Prabowo. Karena menurut datanya saat ini, sekira 57 persen pemilih Prabowo saat ini merupakan pendukungnya pada Pilpres 2014 dan 2019, yang notabenenya berseberangan dengan Jokowi.
"Nah kalau misalnya Gibran menjadi cawapres Pak Prabowo, pertanyaannya? apakah pemilih baru dari basis pendukung Pak Jokowi yang mendukung paket ini lebih banyak atau lebih sedikit, dibanding basis lama Pak Prabowo yang hengkang dengan masuknya Gibran," ujar Burhanuddin.
"Nah ini butuh hitung-hitungan yang matang yang menurut saya, tidak serta merta melahirkan paket Prabowo-Gibran meskipun MK mengabulkan," sambung guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.