Ahad 24 Sep 2023 17:32 WIB

Investasi pada Kemampuan Guru Dinilai Bisa Tekan Learning Poverty

Tahun lalu, pelatihan guru tak ada praktik terkait peningkatan pembelajaran siswa.

Kantor Pusat Bank Dunia di Washington DC, Amerika Serikat
Foto: facebook.com/pg/worldbank
Kantor Pusat Bank Dunia di Washington DC, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investasi awal di bidang pendidikan merupakan kunci dari perkembangan yang luar biasa di Asia Timur, termasuk investasi pada pengembangan guru.

Karena sebagian besar guru yang ada saat ini masih akan mengajar hingga 2030, laporan terbaru Bank Dunia, Fixing the Foundation: Teachers and Basic Education in East Asia and Pacific merekomendasikan fokus pada upaya peningkatan kemampuan guru. Walaupun data menunjukkan persentase yang signifikan terkait guru-guru yang dilatih di kawasan ini setiap tahun, penelitian baru di Kamboja, Fiji, RDR Laos, Mongolia, Filipina, Thailand, Timor-Leste, Tonga, dan Vietnam mengindikasikan bahwa program-program pelatihan tidak menerapkan praktik-praktik yang terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa.

Baca Juga

Sebagai contoh, di antara negara-negara yang diteliti, hanya 14 persen program yang berfokus pada konten mata pelajaran, dibandingkan dengan 81 persen program yang terkait dengan peningkatan pembelajaran siswa secara global.

Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan pemahaman guru terhadap mata pelajaran dan memberikan kesempatan bagi guru untuk mempraktikkan pengetahuan baru tersebut kepada rekan-rekan sejawatnya. Termasuk mengadakan pembinaan dan pendampingan lanjutan, serta memberikan insentif karier yang terkait dengan promosi atau gaji. Guru juga diberi penghargaan atas upaya mereka mempertahankan kualitas pengajaran yang baik selama karir mereka.

Teknologi pendidikan (EdTech) juga memiliki potensi untuk mentransformasi pengajaran dan pembelajaran bagi para siswa. Penelitian menunjukkan bahwa akses terhadap rekaman pengajaran oleh guru-guru berprestasi telah terbukti mampu meningkatkan nilai siswa dan juga meningkatkan kinerja guru-guru lainnya. Namun demikian, EdTech akan berjalan dengan baik jika diterapkan oleh guru-guru yang terlatih dalam penggunaan teknologi ini.

Laporan juga menyatakan bahwa dukungan dan komitmen politik dari pembuat kebijakan untuk meningkatkan hasil pembelajaran akan menjadi faktor krusial dalam memastikan terjadinya perubahan. Data survei terbaru dari tujuh negara menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan belum menganggap serius tingkat learning poverty di negara mereka. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu guru dan memperbaiki pembelajaran murid, termasuk pelatihan yang efektif dan EdTech, akan memerlukan pembelanjaan yang lebih efektif dari sumber daya yang ada dan alokasi sumber daya tambahan.

Ketidakmampuan belajar (learning poverty) didefinisikan sebagai ketidakmampuan anak usia 10 tahun untuk membaca dan memahami bahan bacaan yang sesuai dengan usianya. Learning poverty berada di atas angka 50 persen di 14 dari 22 negara, termasuk Indonesia, Myanmar, Kamboja, Filipina, dan Republik Demokratik Rakyat Laos. Sedangkan di Malaysia yang berpenghasilan menengah-atas, learning poverty mencapai di atas 40 persen. Sebaliknya, persentase learning poverty di Jepang, Singapura, dan Republik Korea hanya berkisar di antara 3 hingga 4 persen.

"Menangani permasalahan dalam learning poverty akan dapat lebih mencerahkan masa depan generasi muda dan prospek ekonomi kawasan ini," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo.

Dia menambahkan, memperbaiki fondasi pendidikan membutuhkan reformasi dan sumber daya, serta kolaborasi semua pihak terkait: kementerian pendidikan dan kementerian keuangan, para guru dan orang tua.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement