Rabu 13 Sep 2023 12:39 WIB

Pengamat Nilai PKS Masih Berhati-hati Tentukan Sikap, Berikut Analisisnya

PKS masih menunggu keputusan Majelis Syura apakah mendukung Anies atau tidak.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu (kedua kanan) bersama Bakal Calon Presiden Anies Baswedan (kedua kiri) dan Bakal Calon Wakil Presiden Muhaimin Iskandar (kedua kanan) dan Ketua DPP NasDem Bidang Agama dan Masyarakat Adat Teguh Juwarno (kiri) memberikan keterangan usai melakukan pertemuan di kantor DPP PKS, Jakarta, Selasa (12/9/2023). Pertemuan tersebut merupakan kunjungan pertama Anies - Cak Imin (AMIN) ke kantor DPP PKS usai dideklarasikan sebagai pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2024. Pertemuan tersebut dilakukan oleh tiga partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang dihadiri sejumlah petinggi partai dari PKS, PKB dan Nasdem untuk membahas tentang kerjasama politik.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Antara

Pengamat dari lembaga Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih berhati-hati dalam menentukan sikapnya untuk tetap berada di Koalisi Perubahan. Meskipun menegaskan masih mendukung bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan, tetapi PKS menyatakan masih harus menunggu keputusan Majelis Syura PKS terkait kelanjutan koalisi.

Baca Juga

"Ketika PKS menyatakan masih menunggu keputusan Majelis Syura. Ini mengindikasikan bahwa sebenernya belum ada keputusan resmi atau final di PKS ya. Memang ada kecenderungan terus bersama Anies, tapi kan ujung-ujungnya keputusan di majlis syuro itu artinya keputusan 100 persen bersama Anies sebenarnya masih menggantung gitu ya. Belum bisa dinyatakan definitif 100 persen per hari ini," ujar Adi dalam keterangannya, Rabu (13/9/2023).

Adi menilai, pernyataan PKS yang menegaskan tetap bersama Anies juga upaya menunjukan ke publik partai tersebut tidak reaktif seperti Partai Demokrat. Citra PKS sebagai partai Islam dan memiliki kader kuat membuatnya tidak ingin terlihat emosional di depan publik.

"Kenapa PKS misalnya tetap bersama Anies sepertinya PKS tidak mau seperti Demokrat yang kelihatan emosional keliatan reaktif dan marah-marah kepada publik karena itu tidak bagus secara citra politik. Terutama PKS yang dinilai sebagai partai Islam, tentu PKS sangat hati-hati menunjukkan wajah ke publiknya seperti apa," ujar Adi. 

Meskipun, Adi menilai PKS tetap tidak nyaman dengan kehadiran PKB yang muncul tiba-tiba di koalisi KPP. Hal ini terlihat dari PKS yang tidak ikut terlibat dalam deklarasi Anies-Muhaimin.

"Meski kita tahu bahwa PKS kan sangat kelihatan tidak happy dan tidak nyaman dengan PKB yang dianggap bypass, tidak smooth masuk koalisi, tiba-tiba berpasangan dengan Anies. Dalam konteks itulah sebenarnya PKS tidak mau kelihatan temperamental tidak mau keliatan marah di depan publik meski kalau mau jujur PKS mengakui sendiri tidak nyaman," ujarnya.

Selain itu, jika pada akhirnya nanti PKS tetap bersama Anies, Adi menilai alasan yang mendasarinya adalah basis konstituen PKS yang beririsan dengan PKS.

"Karena memang basis konstituen PKS itu banyak yang terafiliasi sebagai pendukung Anies. Dengan kata lain banyak pendukung Anies yang juga banyak pilih PKS. Oleh karena itu dengan adanya PKS di dalam kubunya Anies ini sebenarnya secara tidak langsung pemilih Anies harus berbagi gitu ya antara PKS dan Nasdem. Tinggal kuat-kuatan pemilih Anies itu lebih banyak ke Nasdem atau PKS," ujarnya.

 

Adapun, pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai PKS adalah partai yang saat ini bisa leluasa menentukan pilihan capres tanpa terpengaruh partai lain di koalisi. Penyebabnya, PKS adalah partai dengan basis pemilih cukup kuat dan tidak membaur dengan pemilih partai lain.

"Partai sepadan PKS soal pemilih sementara ini adalah PDIP, dengan kondisi itu membuat PKS leluasa menentukan pilihan capres, karena mereka tidak terpengaruh dengan partai lain. Untuk itu, hadirnya PKB di koalisi, sangat mungkin tidak pengaruhi keputusan PKS, mereka tetap merdeka tanpa tekanan untuk tetap di dalam," ujar Dedi dalam keterangannya, Selasa (12/9/2023).

Selain itu, Dedi menilai faktor yang mendasari PKS lebih mungkin tetap mendukung Anies dan tidak bergabung ke koalisi lain karena kedekatan pemilihnya dengan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Hubungan pemilih PKS dan Anies ini lebih erat dibandingkan dengan calon lain.

 

"Pemilih PKS sejauh ini telah miliki keeratan hubungan dengan Anies, bahkan dibanding dengan kandidat lain, hanya Anies yang paling dekat dengan karakter Anies," ujarnya.

 

Kedua, Dedi melanjutkan, relasi antara PKS dan Anies juga sudah terjalin cukup lama sejak Pilkada DKI Jakarta. "Bahkan di DKI Jakarta dan Jawa Barat, jauh hari sebelum deklarasi dukungan Anies, pemilih PKS telah menetap di Anies," ujarnya.

Karena itu, Dedi menilai ada perbedaan karakter pemilih di Koalisi Perubahan khususnya antara PKS dan PKB. Namun demikian, kondisi ini tidak menjadi penghalang bagi partai ini dalam satu koalisi.

"Justru, dengan perbedaan karakter pemilih PKS dan PKB, ini akan membuat koalisi kuat," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement