Senin 11 Sep 2023 00:12 WIB

Pengamat: Prabowo Harus Cari Tokoh NU Pengganti Suara Hilang dari PKB

Pengamat imbau Prabowo mencari pendamping dari tokoh NU untuk ganti suara hilang PKB.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bilal Ramadhan
 Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Pengamat imbau Prabowo mencari pendamping dari tokoh NU untuk ganti suara hilang PKB.
Foto: Dokumen
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Pengamat imbau Prabowo mencari pendamping dari tokoh NU untuk ganti suara hilang PKB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti BRIN, Prof Siti Zuhro menilai, Prabowo kehilangan basis NU usai PKB dan Muhaimin Iskandar hengkang. Karenanya, yang perlu dilakukan Prabowo mencari pengganti dari tokoh-tokoh yang basisnya sama.

Ia merasa, deklarasi Anies-Muhaimin memang akan mengakselerasi poros-poros lain segera mencari pasangan untuk Pilpres 2024. Terutama, Prabowo yang kehilangan basis pemilih yang cukup besar seperti di Jawa Timur.

Baca Juga

Salah satu yang jadi pilihan utama tidak lain tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Zuhro melihat, tokoh-tokoh NU kembali dibutuhkan karena memang memiliki ceruk pemilih yang sangat besar seperti di Jatim dan Jateng.

"Ini yang harus dicarikan basis yang sama. Cuma, bagaimana perasaan Golkar dan PAN, belum bisa dijelaskan," kata Zuhro, Ahad (10/9).

Sampai saat ini, ia menuturkan, Golkar dan PAN memang masih memegang komitmen mendukung Prabowo. Tapi, Zuhro mengingatkan, Golkar-PAN sama-sama diamanahkan agar kader mereka bisa diakomodasi di Pilpres 2024.

Apalagi, PAN selama ini sudah terang-terangan mengusung Erick Thohir untuk bisa dipinang sebagai cawapres. Tuntutan sama datang dari Golkar yang memiliki daya tawar sebagai pemilik kursi parlemen terbesar kedua.

"Ketika ketum Golkar dan ketum PAN, atas amanah partainya mencalonkan ketumnya ternyata tidak diakomidasi apakah tetap di sana atau hengkang," ujar Zuhro.

Bagi Zuhro, ini yang membuat dinamika politik ke depan cukup sulit diprediksi. Sebab, suasana masih sangat cair, saking cairnya tidak berbentuk sampai akar rumput partai tidak bisa membaca sikap partainya.

Ia merasa, kerumitan luar biasa ini terjadi ketika petahana tidak bisa mencalonkan lagi dan partai-partai tidak memiliki kader yang cukup oke. Alhasil, mereka terpaksa mencari koalisi demi memenuhi ambang batas.

Namun, Zuhro menambahkan, kondisi ini tidak pernah dirasakan PDIP. Sebab, sejak awal, bukan karena percaya diri, tapi memang karena kursi parlemen PDIP sudah memenuhi ambang batas dan tidak perlu koalisi.

"Karena memang sudah memenuhi, tidak perlu siapa mendapatkan apa, PDIP untuk 2024 terkesan mandiri. Ini yang mungkin pelajaran bagi kita semua, yang akan datang perlu ada revisi terhadap UU Pemilu," kata Zuhro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement