REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO -- Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur telah memetakan sebanyak 40 dukuh di 26 desa dalam 10 kecamatan masuk kategori zona rawan bencana kekeringan.
Hal itu diungkapkan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Ponorogo Masun saat dikonfirmasi kesiapan dan langkah mitigasi yang dilakukan seiring kian meluasnya daerah terdampak kekeringan di wilayah itu.
"Kami telah siagakan satuan tugas penanggulangan bencana kekeringan. Koordinasi intens kami lakukan dengan seluruh jajaran perangkat desa/kelurahan, terutama yang berada di zona rawan bencana kekeringan," kata Masun, Kamis (7/9/2023).
Tak hanya menunggu laporan dari desa dan kelurahan, pihaknya juga telah menyiagakan personil BPBD serta menempatkan relawan di daerah rawan bencana tersebut. Jika ada permintaan maka pihaknya akan segera melakukan droping air.
"Diperkirakan musim kering ini akan berlangsung hingga Oktober pertengahan," katanya.
Ia menambahkan, sejauh ini pihaknya sudah melakukan penyaluran air bersih secara rutin sejak 1 Agustus hingga 4 September dengan total bantuan air bersih lebih dari 48 ribu liter atau sekitar delapan tangki telah didistribusikan.
"Kami kirim bantuan air bersih setiap Senin dan Kamis, per tangki isi 6.000 liter," kata Masun.
Selain dari BPBD, bantuan air bersih juga datang dari Palang Merah Indonesia (PMI) Ponorogo. Dengan total bantuan yang diberikan sebanyak empat tanki air atau sekitar 12 ribu liter air, sehingga jika ditotal air bersih yang telah disalurkan di Dusun Jenggring mencapai 60 ribu liter.
"Kebutuhan dua kali drop Senin dan Kamis sekali kirim sebanyak 9.000-an liter, dari BPBD sebanyak 6.000 liter dan dari PMI 3.000 liter. Saya kira itu cukup untuk tiga hari," kata Masun.
Disebutkan, 10 kecamatan di Kabupaten Ponorogo yang masuk zona rawan bencana kekeringan tersebut meliputi Kecamatan Slahung, Pulung, Badegan, Balong, Bungkal, Sawoo, Kauman, Sambit, Sukorejo dan Kecamtan Sampung.
"Jika ditotal cakupan yang terdampak mencapai 3.213 kepala keluarga," katanya.