REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai tiga operasi yang setiap tahun digelar yaitu, Operasi Simpatik, Operasi Patuh, dan Operasi Zebra, belum memberikan dampak siginfikan terhadap upaya mengubah perilaku berlalu lintas dan mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran, lalu lintas (Kamsetibcarlantas). Ia meminta Korps Lalu Lintas Polri agar melakukan evaluasi.
"Semestinya Polri melakukan evaluasi dan menjelaskan hasil dari upaya yang dilakukan. Misalnya, apakah tiga operasi yang digelar setiap tahun dapat menjadi solusi efektif dan parmenen untuk menjawab berbagai permasalahan yang timbul akibat kondisi lalu lintas seperti kemacetan dan polusi udara?" kata Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan dalam keterangannya, Senin (4/9/2023).
Ia berharap agar Polri jangan lagi 'doyan' menggelar operasi-operasi lalu lintas. Sebab menurutnya pascaoperasi digelar, Polri hanya mengumumkan jumlah pelanggar lalu lintas yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Tentu yang benar-benar dirasakan adalah meningkatnya jumlah denda dari sektor tilang yang merupakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
"Bukan justru meningkatkan rasa 'doyan' menindak dan menilang serta menggelar operasi dengan beragam tajuk. Seperti razia dan tilang uji emisi kendaraan yang menuai protes dari berbagai kalangan. Atau operasi Zebra 2023 bertajuk Kamseltibcarlantas yang kondusif menuju Pemilu Damai 2023 yang digelar Korps Lantas Polri pada 4-7 September 2023," ucapnya.
Edison mengatakan apabila Polri memastikan operasi-operasi yang digelar memberikan dampak terhadap upaya mewujudkan Kamseltibcarlantas, maka perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan. Namun, alangkah baiknya operasi-operasi itu dievaluasi kalau belum atau bukan menjadi solusi yang efektif.
"Agar tidak memicu tudingan dari masyarakat bahwa operasi yang digelar hanya berorientasi untuk meningkatkan PNBP dari sektor denda tilang," ungkapnya.
ITW menilai, operasi-operasi yang digelar tidak akan menjadi solusi efektif untuk mengatasi segudang permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan. Sebab permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan yang kian memburuk ini dipicu persoalan dari hulu seperti kebijakan dan strategi yang belum komfrehensif.
Edison menambakan, berbagai upaya untuk mengatasi kemacetan seperti ganjil-genap dinilai belum maksimal, sebab tidak disertai dengan kebijakan lainnya, misalnya mengendalikan populasi kendaraan bermotor. Begitu juga pembangunan ruas jalan tol yang justru menjadi arena macet, lantaran tidak mampu menampung jumlah kendaraan yang terus bertambah. Kemudian, masih rendahnya kesadaran tertib berlalulintas dijawab dengan operasi dan penindakan dengan beragam cara seperti Etle. Tetapi kurang setara dengan edukasi yang dapat menumbuhkan kesadaran tertib berlalu lintas.
"Hendaknya semua pihak, terutama pemerintah, menyadari dan memberikan respons yang lebih bahwa kondisi lalu lintas yang semakin memburuk ini adalah hasil 'ternak' maupun pembiaran. Maka upaya yang dilakukan adalah mengevaluasi semua kebijakan agar singkron dan komfrehensif," kata dia.