REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Institut Pertanian Bogor (IPB) University memberi tiga rekomendasi proses penguraian limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), persistent organic polutants dan pestisida pada tanah, air dan lahan pertanian yang dapat dilakukan semua pihak terkait penanganan pencemaran lingkungan.
"Pemilihan bakteri pengurai, penerapan tanaman fitoremedian dan percepatan pelepasan pencemar B3," ujar pakar teknik dan manajemen lingkungan IPB Profesor Mohamad Yani di Kota Bogor, Senin.
Mohamad Yani menerangkan, penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan atau bioremediasi tanah tercemar limbah B3, POPs, seperti PAH dan pestisida sangat baik melalui tiga langkah.
Langkah tersebut, yakni penerapan teknik bioaugmentasi melalui penambahan bakteri isolat tertentu pada suatu tempat tercemar untuk mengurai polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dan pestisida.
Kemudian penambahan bio-oil spill dispersant (Bio-OSD) untuk mempercepat pelepasan pencemar B3 dari matriks tanah, sehingga lebih mudah dibiodegradasi oleh mikroba.
Selanjutnya penerapan jenis tanaman fitoremedian seperti jarak, sorgum, vetiver dan paspalum untuk pengembangan teknik bioremediasi mulai dari skala laboratorium, pilot dan penerapannya di lapangan secara simultan.
Hal ini untuk mengatasi limbah dari perkembangan industri, baik dari kegiatan pertambangan, manufaktur, dan pertanian menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mencemari lingkungan tanah, laut, dan lahan pertanian.
Data KLHK tahun 2019 menyatakan sekitar 1,24 juta ton tanah terkontaminasi limbah B3.
Pengelolaan lingkungan tercemar limbah B3 memang dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Salah satu cara biologi yang banyak dikembangkan dan diterapkan adalah teknik bioremediasi.
Teknik bioremediasi merupakan salah satu metode untuk pemulihan lingkungan yang tercemar limbah B3 dengan memanfaatkan mikroba.