Selasa 22 Aug 2023 23:30 WIB

Pasukan Khusus untuk Ancaman Siber Kian Dibutuhkan

Kemampuan ofensif idealnya menjadi kapasitas esensial dari matra siber.

Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas RI telah dilaksanakan pada Selasa (22/8/2023) dengan mengangkat tema Konektivitas Digital ASEAN untuk memperkuat Epicentrum of Growth.
Foto: .
Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas RI telah dilaksanakan pada Selasa (22/8/2023) dengan mengangkat tema Konektivitas Digital ASEAN untuk memperkuat Epicentrum of Growth.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi dan perluasan spektrum ancaman telah meningkatkan kebutuhan pasukan khusus untuk ancaman siber. Di satu dekade terakhir, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengatakan, terpantau banyak negara telah mendirikan satuan siber dengan berbagai pendekatan. 

Secara organisasi, kata dia, terdapat negara yang menjadikan satuan siber sebagai bagian dari struktur yang ada serta ada juga yang memilih mendirikan matra mandiri. Secara fungsi, terdapat negara yang membentuk satuan siber yang bersifat defensif, seperti AS. "Tetapi ada juga yang memilih membentuk unit siber dengan kapasitas ofensif dominan, seperti Tiongkok," ujarnya.

Andi menyebutkan Jerman, Singapura, dan Tiongkok menjadi kelompok negara yang memilih membentuk pasukan siber sebagai matra mandiri. Tiongkok menjadi organisasi terbesar dengan jumlah pasukan diestimasikan mencapai 145 ribu orang. 

Perbandingan struktur organisasi di tiga institusi militer menunjukkan perbedaan fokus dan kapasitas. "Di luar aspek intelijen dan siber yang umum melekat, Tiongkok juga mengintegrasikan ruang angkasa sebagai kapasitas dalam matra,” kata Gubernur Lemhannas menjelaskan saat memberikan sambutan pada Pembukaan Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas RI.

Dikatakan Andi, kemampuan ofensif idealnya menjadi kapasitas esensial dari matra siber. Data operasi siber yang disponsori negara dari Council of Foreign Relations (CFR) mencatat negara-negara yang aktif menggunakan instrumen siber. Tiongkok, Rusia, Iran, dan Korea Utara menjadi kelompok negara yang diindikasi kuat intens menggunakan instrumen siber secara ofensif.  

Di sisi lain, Amerika Serikat menjadi negara dengan tingkat serangan siber dari aktor negara tertinggi. "Teknologi informasi, lembaga riset atau LSM, pendidikan, dan pemerintah menjadi sektor yang menjadi sasaran utama serangan negara,” ujarnya.

Gubernur Lemhannas juga mengatakan pada 2022, mayoritas penduduk Indonesia yang menggunakan internet mencapai 76,3 persen dari populasi atau 212 juta jiwa. Sektor ekonomi menjadi salah satu sektor yang memaksimalkan manfaat internet. 

Pada tahun yang sama, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai 77 miliar dolar AS. Angka ini diprediksi akan meningkat mencapai 220 miliar dolar AS pada 2030. “Angka ini tidak hanya menunjukkan peningkatan keterikatan masyarakat terhadap internet dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga merepresentasikan tingkat risiko keamanan siber yang tinggi," kata Gubernur Lemhanas.

Sebagai contoh, Indonesia menjadi negara ketiga dengan kasus kebocoran data terbanyak di dunia atau 12,7 juta kasus,” ucap dia menambahkan. 

Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas RI telah dilaksanakan pada Selasa (22/8/2023) dengan mengangkat tema Konektivitas Digital ASEAN untuk memperkuat Epicentrum of Growth. Kegiatan ini merupakan puncak program Pendidikan Calon Pemimpin tingkat Nasional Tahun 2023. Seminar digelar di Ruang Gadjah Mada, Lemhannas RI, Jakarta Pusat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement