REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertanyakan keakuratan riset yang dibahas oleh Direktur Lokataru Haris Azhar dalam akun kanal Youtubenya. JPU seolah meragukan riset yang dikaji oleh sejumlah LSM terkait kondisi di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Pertanyaan tersebut muncul dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa terhadap Haris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada Senin (21/8/2023). Haris dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty terjerat kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
"Hasil riset tersebut, informasinya akurat dan tidak keliru?" tanya JPU dalam sidang tersebut.
Haris menjawab secara normatif bahwa hasil riset itu tak berbeda jauh dengan pemahamannya soal kondisi di Papua.
"Terkait hasil riset, kalau kekeliruan sepertinya tidak. Kalau keakuratan, cukup menggambarkan apa yang saya ketahui pada sejumlah hal. Jadi, menurut saya cukup menggambarkan yang terjadi di Intan Jaya," jawab Haris.
"Benar atau tidak?" cecar JPU.
"Saya nggak bisa jawab benar atau tidak. Silakan ditafsirkan saja," jawab Haris.
JPU juga menanyakan Haris apakah sempat mengklarifikasi metode riset. Haris menyatakan sudah meminta penjelasan mengenai metode riset sehingga menurut Haris, hasil riset itu tak dipertanyakan lagi dari segi metodologinya.
"Sumber informasinya gimana? (Riset itu)," tanya JPU.
"Saya tanyakan ke Fatia," jawab Haris.
"Metodologi?" tanya JPU lagi.
"Iya, di video itu ditanya soal cara risetnya," jawab Haris.
JPU juga menanyakan pemuatan kata penjahat dan kata terkait Luhut dalam hasil riset. Haris memastikan penggunaan kata itu merupakan perbincangan dalam podcast saja, bukan dalam hasil riset.
"Karena kajian cepat itu riset tersebut ditulis dengan standar akademis, kata lord itu bukan kata yang bisa digunakan untuk penulisan akademis, kalau muncul di video itu dalam konteks ngobrol podcast," ucap Haris.
Riset yang dipersoalkan JPU merupakan laporan “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya” yang diluncurkan oleh YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama #BersihkanIndonesia. Adapun Fatia ialah salah satu orang yang berkontribusi dalam riset tersebut sehingga Fatia diundang sebagai narasumber dalam podcast Haris Azhar yang berujung kasus pidana.
Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.
Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.
Dalam kasus ini, Haris didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Sedangkan, Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris.