Rabu 16 Aug 2023 04:43 WIB

Semarak Hari Pertama Merdeka: Lagu Potong Roti Mentega, Belanda Pergi Meninggalkan Janda

Hari pertama kemerdaan rakyat menyambut dengan suka cita meski hidupnya sederhana

Rumah Soekarno di PegangsanTimur tempat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan pada 18 Agustus 1945. Rumsh ini sebenarnya sumbangan saudagar keturunan Arab-Yaman, Yusuf Martak.
Foto:

Pada catatan lain, yakni melalui buku yang menceritakan hari pertama masa kemerdekaan, juga tak berbeda dengan apa yang dikatakan 'Babe' Ridwan. Pergantian kekuasaan kala itu memang belum jelas benar. Bahkan, pada hari pertama orang kebanyakan tak tahu bahwa sudah terjadi pembacaan proklamasi kemerdekaan. Kabar kemerdekaan ini baru beredar sore hari (jumat sore, 17 Agustus 1945) melalui poster yang dipasang aktivis pelajar yang tinggal di sekitar Menteng. Poster ini pun dicetak sederhana dan dipasangkan di tembok dan pepohonan pinggir jalan.

Tapi yang pasti, situasi hari-hari kemerdekan meski terkesan tenang sebenarnya menegangkan. Untungnya tidak terlalu banyak terjadi gangguan keamanan. Pasukan Kempetai yang bermarkas di sekitar Lapangan Banteng nasih tetap berjaga seperti biasa. Warga Jakarta masih tetap takut melewati tempat itu.

Situasi aman tersebut juga berkat tangan dingin Mr Kasman Singodimedja. Komandan Peta tersebut mampu membuat suasana kondusif. Ini sudah dibuktikan dengan suksesnya prosesi pembacaan teks proklamasi yang dibacakan Bung Karno di halaman rumahnya yang ada di bilangan Pegangsaan. Apalagi banyak yang tak tahu petugas pengibar bendera merah putihnya pada waku itu adalah anak buat Kasman, yakni para anggota Peta.

Akibat jasa para anggota Peta di bawah komando Kasman Singadimedjo (kemudian menjadi ketua parlemen pertama RI), hingga sore hari bendera merah putih itu dapat berkibar dengan selamat. Tak ada insiden atau razia penurunan bendera itu dari pasukan Jepang.Kondusifnya suasana keamanan ibu kota kala itu juga berkat jasa para jawara bahkan premen yang menjadi 'jago' di setiap kampung dan keramaian.

Pada kesaksian yang lain ada cerita menarik dari mendiang Adnan Buyung Nasution. Katanya, pada awal masa merdeka kehidupan rakyat memang tak banyak berubah. Situasi baru terasa benar-benar berbeda saat ayahnya yang wartawan kantor beria Antara memboyong keluarganya pindah ke Yogyakarta seiring kepindahan ibu kota ke sana.

"Di awal masa kemerdekaan saya merasakan situasi yang tak jelas. Terutama ketika kami tinggal di Yogyakarta hingga tahun 1950. Yang terasa kaum terpelajar atau elit berpendidikan kebanyakan tak pro Republik. Kami minoritas. Kebanyakan orang terpelajar kala itu mencari 'senangnya' sendiri dengan memihak Belanda,'' ujar mendiang Buyung pada suatu waktu ketika menceritakan masa awal kemerdekaan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement