Senin 14 Aug 2023 14:45 WIB

Pengamat: PAN dan Golkar Dukung Prabowo karena PDIP Terlalu Meremehkan

Jokowi dinilai tidak terlalu total mendukung Ganjar Pranowo.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Agus raharjo
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (dari kiri) menunjukan nota deklarasi dukungan Pilpres 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (13/8/2023). Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi bersama Partai Gerindra sekaligus mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (dari kiri) menunjukan nota deklarasi dukungan Pilpres 2024 di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Ahad (13/8/2023). Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi bersama Partai Gerindra sekaligus mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai keputusan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Golkar merapat ke Partai Gerindra untuk mendukung pencapresan Prabowo Subianto karena merasa PDIP terlalu arogan.

Najmuddin menyebut sering telontar dari elite PDIP sikap terlalu percaya diri karena sudah memiliki 20 persen kursi. Sehingga dapat mengusung pasangan capres tanpa berkoalisi dengan partai lain.

Baca Juga

"Megawati terlalu percaya diri dengan PT yang ia miliki yakni 20 persen. Dan pola komunikasi elite-elite PDIP terlalu arogan sehingga terkesan meremehkan rekan koalisinya," kata Najmuddin, Senin (14/8/2023).

Fakta tersebut menurut Najmuddin terbaca oleh Prabowo. Sehingga Menteri Pertahanan itu berhasil membujuk PAN dan Golkar bersedia bergabung mendukungnya. Sehingga saat ini Prabowo sudah mendapat dukungan pencapresan dari Partai Gerindra, PAN, Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ada lagi partai non parlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB) yang juga baru-baru ini mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo. Masuknya PAN dan Golkar membuat sebagian partai pendukung pemerintahan Joko Widodo kini bersama Prabowo.

Najmuddin menilai situasi ini dapat menyebabkan kerisauan buat Jokowi. Di satu sisi, Jokowi ingin partai pendukungnya bersama-sama mendukung capres PDIP, Ganjar Pranowo.

"Jokowi sekarang berada dalam kegalauan di satu sisi beliau petugas PDIP, di sisi lain potensi Ganjar untuk menang tipis," ujar Najmuddin.

Najmuddin menilai Jokowi memang tidak terlalu total mendukung Ganjar karena Megawati dan PDIP terlalu mengeksklusifkan diri. Sehingga membuat tidak nyaman partai lain untuk bergabung.

Sedangkan Jokowi berkeinginan capres yang ia dukung berhasil menang karena ada banyak kepentingan politik yang harus dia amankan pasca-lengser 2024 nanti. Sehingga Najmuddin menilai Jokowi bermain dua kaki antara Ganjar dan Prabowo. Sehingga Jokowi tidak bereaksi ketika PAN dan Golkar mendukung Prabowo.

"Saya melihat Jokowi mengalami kegalauan dari sikap parpol pendukung yang beralih untuk mendukung Prabowo. Menurut saya ini juga indikasi pimpinan tiga parpol akan menarik kadernya di kursi kabinet. Ini berbahaya buat Jokowi," kata Najmuddin menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement