Rabu 09 Aug 2023 18:04 WIB

Anggota DPR PAN Meminta Pidato Jimly Dijadikan Alarm Demokrasi

Jimly menyampaikan pidato kemunduran demokrasi secara akademik.

 Wartawan mengamati layar Indeks Demokrasi Indonesia 2016 di kantor BPS, Jakarta, Kamis (14/9).  -ilustrasi-
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Wartawan mengamati layar Indeks Demokrasi Indonesia 2016 di kantor BPS, Jakarta, Kamis (14/9). -ilustrasi-

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota DPR RI Fraksi PAN, Ibnu Mahmud Bilaludin, meminta agar pernyataan akademis Prof. Jimly Asshiddiqie yang menyebut demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dijadikan alarm bagi segenap elemen bangsa.

"Dalam suatu pepatah bijak dikemukakan, lihatlah apa yang disampaikan, jangan melihat siapa yang menyampaikan. Apalagi yang menyampaikan adalah orang yang kredibilitasnya sudah tidak diragukan lagi seperti Prof. Jimly, maka sudah seharusnya sinyalemen itu (kemunduran demokrasi) kita  jadikan alarm atau peringatan untuk kita," kata Ibnu, dalam siaran pers,  Rabu (9/8/2023).

Pernyataan ini disampaikan Ibnu menanggapi pidato mantan Ketua Mahkamah Konstitusi  (MK) Jimly  tentang kemunduran demokrasi di Indonesia. Pidato disampaikan saat pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar kehormatan dari Melbourne University, Australia akhir bulan lalu.

Isu soal kemunduran demokrasi di Indonesia, kata Ibnu, bukan hal baru. Banyak pihak yang menilainya demikian. Hanya saja, penilaian itu sering kali disampaikan secara sepintas dan cenderung tendensius, serta sarat kepentingan politis.

Ini berbeda dengan yang disampaikan  Jimly. Menurutnya, pidato Jimly, sangat bagus dan  argumentatif. Indikator-indikator yang disampaikan juga relevan dengan nuansa kekinian. “Seperti keputusan yang kurang mengendepankan partisipasi publik, dan banyak lagi yang lainnya,” kata anggota DRR dari Dapil DIY ini.

Sinyalemen Jimly, lanjutnya, sudah sepatutnya menjadi teguran bagi pemangku kebijakan bahwa dalam menyelenggarakan demokrasi sudah tidak lagi tegak lurus. Ada kecenderungan untuk melakukan penyimpangan.

Karena itu Ibnu menekankan, agar pemangku kepentingan bersedia menerima kritik akademis ini dengan lapang dada. Bersedia melakukan penilaian dan evaluasi objektif, untuk kemudian melakukan perbaikan-perbaikan. Agar demokrasi Indonesia semakin baik dan solid.

"Saya kira itu langkah bijak yang perlu dilakukan oleh pemangku kebijakan, yang menahkodai negara gajah ini,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement