Senin 24 Jul 2023 02:59 WIB

Di Tengah Isu Divestasi Implementasi, Prinsip ESG Vale Terus Diterapkan

Keuntungan ESG dinilai jangka panjang, bukan jangka pendek.

Proses pembakaran bijih nikel (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Proses pembakaran bijih nikel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Saat meresmikan Taman Kehati Sawerigading Wallacea yang berada di kawasaan Tambang Vale akhir Maret lalu, Presiden Joko Widodo mendorong perusahaan tambang di Indonesia meniru apa yang dilakukan Vale. Ungkapan serupa juga pernah disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Saat berkunjung ke tambang nikel dan smelter Vale di Sorowako Sulawesi Selatan akhir November tahun lalu, Luhut mengatakan Vale telah menerapkan praktik pertambangan yang baik.   

Koordinator Nasional lembaga koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mengatakan, penerapan prinsip dan standar Environmental, Social, dan Governance (ESG) dalam operasionalisasi industri ekstraktif itu merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Sejauh ini, pihak Vale Indonesia (VI)  menegaskan komitmennya dalam operasionalisasi pengolahan nikel berusaha untuk menerapkan standar ESG internasional. 

Baca Juga

"Keuntungan ESG itu jangka panjang, bukan jangka pendek. Artinya, bukan sekadar cuan, tetapi standar lingkungan, keberlanjutan, dan ini masuk dalam bagian dari transisi energi berkeadilan," kata Aryanto, seperti dinukil pada Ahad (23/7/2023). 

Karena itu, Aryanto mengingatkan Pemerintah untuk berhati-hati dalam melakukan proses divestasi saham VI. Pemerintah yang diwakili oleh Mining Industry Indonesia (Mind ID), dalam proses divestasi ini disarankan untuk tetap memperhatikan dan menjalankan prinsip ESG yang di dalamnya mendukung terwujudnya transisi energi bersih di Indonesia. 

"Jangan sampai ingin memberikan keuntungan, justru divestasi (PT Vale Indonesia) itu membuat kerugian bagi masyarakat," demikian disampaikan oleh pemerhati persoalan industri ekstraktif, Aryanto  dalam perbincangannya kepada media di Jakarta.

Sebagai salah satu pelopor industri nikel di Indonesia, VI termasuk yang berkomitmen pada penerapan energi bersih. Karena itu,  menurut Aryanto, jika proses  divestasi saham VI rampung, komitmen pada energi bersih dan penerapan prinsip ESG yang selama ini dilakukan oleh VI harus tetap dikedepankan dan menjadi agenda pemerintah.  

"Kalau mau benar-benar transisi energi maka sudah tidak perlu ada lagi penggunaan energi batu bara," kata Aryanto.

Aryanto menilai sejauh ini Indonesia masih perlu banyak mengejar ketertinggalan soal penerapan ESG dalam industri ekstraktif. Ia juga mengatakan Indonesia masih harus lebih banyak menerapkan prinsip ESG pada pemberian izin hingga syarat investasi.

"Dukung implementasi ESG, kemudian standar ESG diadop oleh pemerintah. Itu menjadi hal penting dalam proses divestasi," ujarnya.

Aryanto mengatakan agar jangan ada lagi kemunduran dalam penerapan ESG di berbagai lini pemerintahan, termasuk industri ekstraktif. "Kalau bicara soal industri jangan bangun lagi smelter-smelter yang memakai bahan bakar batu bara. Karena transisi (energi bersih) itu jadi semu karena ada lagi batu baranya," kata Aryanto.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Vale bisa menjadi duta atau percontohan bagi penambang nikel di Indonesia karena telah menerapkan good mining practices.  

“Operasi pertambangan di Sorowako kelas satu yang sudah saya lihat. Kita tahu banyak penambang nikel di Indonesia, tapi jarang saya lihat penanganan lingkungan seimpresif dan sebaik di Vale," kata Menko Airlangga, demikian dilansir dari Antara

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement