REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebagai salah satu tempat ikonik dan destinasi favorit pelancong, Pemerintah Kota Bandung berencana mempercantik wajah Jalan Braga. Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, Jalan Braga memerlukan sejumlah perbaikan seperti trotoar, pohon, bollard, hingga pengaturan parkir.
"Seperti trotoar, kondisinya kurang terawat, ada beberapa ornamen yang rusak. Kemudian banyak pohon yang tumbuhnya menghalangi pejalan kaki dan pengemudi, harus dipasang pagar agar pohon tumbuh lurus," kata Ema saat meninjau Jalan Braga, Jumat (21/7/2023).
Ema juga meminta agar pohon-pohon bengkok di jalan bersejarah tersebut untuk diganti degan pohon-pohon baru. Pemasangan teralis tanaman atau tree grid juga dibutuhkan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.
"Dalam waktu dua hari harus selesai. Pori-pori tanah dijaga gemburnya biar tanaman masih bisa bernafas. Braga ini merupakan citra dan kebanggaan Kota Bandung," tegasnya.
Blumbak, bollard, pot bunga, dan pohon juga diminta diletakkan berjarak agar estetika kota tetap terjaga. Penempatan pun harus ada rekomendasi dari ahlinya seperti arsitektur kota, tegas Ema. Tiang-tiang lampung, sambung dia, juga diharapkan dapat dicat ulang dan dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Kursi, kata Ema, juga disarankan agar dilengkapi dengan pembatas besi agar tidak dijadikan alas tidur oleh tunawisma.
Dia juga meminta agar seluruh OPD dapat bersinergi, seperti DLHK agar dapat memperbanyak tempat-tempat sampah di sepanjang jalan ikonik tersebut. Begitu juga Dishub agar dapat mencarikan kantong parkir lain sehingga Jalan Braga tidak lagi dipenuhi kendaraan-kendaraan yang parkir di pinggir jalan.
"Seluruh OPD harus bersatu padu. DLHK juga harus sediakan tempat sampah yang lebih layak. Ada 3 warna yang digunakan untuk sampah organik, anorganik, residu. Jaraknya 20-25 meter. Ke depannya Braga juga akan diarahkan untuk tidak ada parkir," terangnya.
Sebelumnya, terdapat laporan mahalnya tarif parkir motor di Jalan Braga. Arif, bukan nama asli, mengaku dipatok tarif Rp 10 ribu untuk satu motor. Dia mengaku hanya parkir selama kurang dari 30 menit, namun juru parkir memintanya membayar lebih mahal karena ukuran motornya yang besar.
"Saya kita kan biasa, ya, Rp 5.000, tapi tadi diminta Rp 10 ribu, katanya karena motor saya gede, padahal motor saja Honda PCX, kehitungnya dua motor katanya," ujar Arif.
Dia juga sempat mempertanyakan apakah tindakan ini termasuk pungutan liar (pungli) atau bukan karena menurutnya tarif motor tidak seharusnya semahal itu. "Apakah itu termasuk pungli atau bukan ya? Karena kami pun mahasiswa yang sekiranya berpikiran bahwa itu tidak masuk logika gitu," keluhnya.