Selasa 11 Jul 2023 21:43 WIB

Tim Dokter Sebut Anak SD Meninggal di Sukabumi Bukan Dikeroyok, Tapi Akibat Sakit

Dokter forensik menyebut hasil ekhumasi menemukan tanda luka akibat tindakan medis.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Agus raharjo
Ilustrasi petugas mengidentifikasi jenazah.
Foto: Antara/Bima
Ilustrasi petugas mengidentifikasi jenazah.

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI--Tim dokter memastikan anak SD kelas II di Sukaraja, Kabupaten Sukabumi meninggal dunia karena sakit penyakit tetanus. Sebelumnya, kasus meninggalnya anak SD berinisial MHD (9 tahun) mengemuka karena diduga dikeroyok kakak kelasnya.

Hal ini disampaikan Wakil Direktur Medis Rumah Sakit Umum (RSU) Hermina Sukaraja, Sukabumi Andreansyah Nugraha saat keterangan pers di Mapolres Sukabumi Kota, Senin (10/7/2023) malam. Seperti diketahui siswa kelas II SD tersebut sebelum meninggal dunia, sempat mendapatkan perawatan dari Rumah Sakit Hermina Sukaraja selama empat hari.

Baca Juga

"Pada saat itu dicurigai korban mengidap tetanus," ujar Wakil Direktur Medis Rumah Sakit Umum (RSU) Hermina Sukaraja, Sukabumi Andreansyah Nugraha, Senin (10/7/2023) malam. Sehingga dilakukan konfirmasi apakah ada riwayat trauma, tertusuk jarum atau benda tajam, atau adanya trauma yang berlebih kepada pasien dan keluarga.

Jawaban dari keluarga kata Nugraha tidak ada riwayat konfirmasi itu. Tim medis dari Rumah Sakit Hermina pun melakukan pemeriksaan visum luar dan tidak menemukan luka pada tubuh korban.

Dari foto-foto hasil rontgen pada bagian tulang belakang lanjut Nugraha tim medis tidak menemukan retakan atau patah tulang. "Selama perawatan, kemungkinan ini penyebab tetanus karena infeksi yang dibuktikan ada pemeriksaan lab mengarah kepada leukosit tinggi dan hasil rontgen ada tanda-tanda infeksi, ditambah di telinga ada cairan infeksi," katanya.

Nugraha menuturkan, selama di Instalasi Gawat Darurat (IGD), kondisi kesehatan bocah laki-laki itu semakin kritis. Akibatnya korban dirawat di ICU selama tiga hari.

Selama dalam perawatan terang Nugraha, kondisi kesehatan korban semakin memburuk karena kondisi perjalanan penyakit. Sebab kondisi infeksi berat bisa mengkibatkan koma atau penurunan kesadaran. "Jadi penyebab kematian perjalanan dari penyakit, yaitu tetanus berikut dengan infeksinya," ujar Nugraha.

Di sisi lain tim medis sudah menginformasikan kondisi kesehatan korban kepada pihak keluarga tepatnya saat sebelum tindakan kegawatan. Nugraha menduga, korban terserang penyakit tetanus karena diduga korban tidak mendapatkan imunisasi tetanus secara utuh. Setelah ditanyakan riwayat imunisasi kepada keluarganya, ternyata dari orangtua memang riwayat imunisasinya tidak lengkap.

Menurut Nugraha, penyakit tetanus dari sisi medis sangat menimbulkan kematian. Oleh karenanya pemerintah mewajibkan imunisasi dasar vaksin tetanus karena mendapatkan angka vitalitas tinggi.

Terkait gangguan paru terang hasil dari ontgen Nugraha membenarkan bahwa hasilnya selaras dengan gejala korban yang sempat mengalami riwayat penyakit batuk.

"Untuk sebagian luka-luka pada tangan korban, bahwa sesuai dangan prosedur yang disebut dengan renstren, ketika pasien mengalami kejang-kejang dan ngamuk-ngamuk atau tidak kooperatif yang bisa mencederai dirinya sendiri," ungkap Nugraha.

Upaya tindakan secara prosedur dilegalkan yakni sewaktu pasien mengalami kejang-kejang, tim medis mengikat kedua tangannya untuk menyelamatkan pasien itu sendiri dan jika tidak dilakukan, justru itu bisa berbahaya. Dokter Spesialis Forensik RSUD Syamsudin SH Kota Sukabumi, Nurul Aida Fathia mengatakan, sewaktu melakukan ekhsumasi kondisi jasad bocah tersebut sudah mengalami pembusukan lanjut. Kondisi ini terjadi karena ekshumasi dilakukan sudah 11 hari pasca-korban dikuburkan.

"Pada ekshumasi, kami menemukan tanda luka, namun luka tersebut dipastikan akibat tindakan medis," tegas Aida.

Luka yang ditemukan pada jasad korban saat melakukan ekshumasi ini, diduga kuat karena tindakan medis yakni luka di bagian punggung tangan akibat infus, luka di pergelangan tangan, lengan bawah, dan beberapa di lengan atas ada memar.

Proses ekshumasi itu lanjut Aida, tim mengambil beberapa sampel tubuh korban yang diduga keluarga ada tanda kekerasan untuk diuji di laboratorium. Beberapa sampel yang diambil pada jasad korban yaitu wajah, dada, dan paru-paru.

Pada bagian paru-paru, tim menemukan jika korban mengalami gangguan pernafasan. "Dari hasil pemeriksaan laboratorium pun tidak ditemukan adanya tanda kekerasan," ujarnya.

Dari temuan tersebut, Aida menerangkan, tim forensik menyimpulkan jika kematian MHD akibat penyakit dan mati lemas. Sementara trauma atau luka yang ditemukan pada tubuh korban dipastikan berhubungan dengan tindakan medis sesuai prosedur.

Intinya kata Aida, kematian korban itu karena sakit yang mengarahnya ke penyakit. Hal ini karena organ dalamnya pun itu mengarah ke penyakit yang menyebabkan dia kekurangan oksigen dan mati lemas.

"Pada saat pemeriksaan tidak ditemukan adanya kecurigaan lain, ada luka atau tidak diluar dari situ, di kepala, di wajah itu tidak ada sama sekali," tegas Aida. Sehingga disimpulkan kematian korban karena sakit yang mengarahnya ke penyakit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement