Ahad 09 Jul 2023 22:54 WIB

Waspada Antraks, Pemkot Yogyakarta Imbau Warga Konsumsi Daging Berlabel Sehat

Sumber penularan antraks ke manusia di antaranya sapi, kerbau, kambing, dan domba.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Andri Saubani
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul melakukan penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul melakukan penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mengimbau agar masyarakat mengkonsumsi daging yang berlabel sehat. Hal ini dilakukan untuk mewaspadai penyebaran antraks kepada manusia, mengingat penularannya sudah terjadi di Kabupaten Gunungkidul, DIY. 

Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Yogyakarta, Sri Panggarti mengatakan, penyakit antraks disebabkan oleh bakteri antraks (Bacillus Anthracis). 

Baca Juga

Bakteri ini dapat membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan, dan dapat bertahan hidup selama 40 tahun di dalam tanah, sehingga sulit untuk dimusnahkan. Sumber penularan antraks pada manusia diantaranya sapi, kerbau, kambing dan domba, yang terinfeksi oleh bakteri antraks.

Dijelaskan, ciri-ciri hewan ternak yang terkena antraks yakni hewan mendadak mati, hewan merasa gelisah, demam, serta terlihat luka pada lidah dan tenggorokan. Jika ditemukan ciri-ciri tersebut, Sri menuturkan bahwa hewan itu diduga sudah terkena penyakit antraks. 

Untuk itu, hewan yang sudah terpapar antraks tidak boleh dipotong. Bahkan, juga dilarang membuang hewan ke sungai, dilarang untuk dikonsumsi, serta dilarang untuk diperjualbelikan.

Tak hanya itu, bangkai hewan harus dikubur minimal sedalam dua meter. Sebelum itu, kata Sri, bangkai hewan harus disiram atau semprot dengan desinfektan. 

"Selanjutnya diberi tanda khusus, dan jangan lupa tempat ataupun kendaraan yang kontak dengan hewan mati akibat antraks harus didesinfektan. Apabila tidak bisa diberikan desinfektan, harus dibakar musnah," kata Sri belum lama ini. 

Sri pun menekankan agar masyarakat mewaspadai penyakit ini. JIka ada yang mengkonsumsi hewan dengan gejala-gejala tersebut, maka diminta untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 

"Apabila ada riwayat mengkonsumsi daging, dan atau tidak mengkonsumsi tetapi mengolah daging yang diduga terkena antraks, atau berkunjung dari daerah lain yang terkena kasus antraks, kemudian mengalami sakit dengan gejala demam dan lainnya, segera periksa ke dokter atau puskesmas," ungkap Sri. 

Ditekankan bahwa jika masyarakat ingin merasa aman dalam mengkonsumsi daging sapi, kambing ataupun domba, pilihlah daging yang ASUH. Yakni dengan cara membeli daging pada depot/los penjualan daging yang sudah memiliki surat izin penjualan daging, yang hewannya dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH).

Sri menyebut, daging yang hewannya dipotong di RPH merupakan daging yang aman, sehat, utuh dan halal yang ditandai dengan cap daging. Sebab, katanya, hewan yang dipotong di RPH sudah diperiksa sebelum dipotong atau disembelih. 

"Jangan tergiur beli daging yang murah, carilah daging dengan ciri berbau daging segar dan warnanya merah segar, tekstur kenyal. Kalau sudah biru berarti daging sudah tidak segar lagi," ucap Sri. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement