Kamis 06 Jul 2023 18:03 WIB

Sarat Komersialisasi, Forum Seniman 'Keukeuh' Tolak Jakpro Kelola TIM

Forum Seniman terus menolak Jakpro untuk mengelola TIM karena sarat komersialisasi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Grup musik menghibur pengunjung yang hadir di Atap Gedung Parkir Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Forum Seniman terus menolak Jakpro untuk mengelola TIM karena sarat komersialisasi.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Grup musik menghibur pengunjung yang hadir di Atap Gedung Parkir Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Forum Seniman terus menolak Jakpro untuk mengelola TIM karena sarat komersialisasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) bertandang ke Balai Kota melakukan audiensi dengan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada Rabu (5/7/2023). Dalam kesempatan itu, para seniman menyatakan tetap menolak pengelolaan TIM oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) karena dinilai merugikan pihak seniman.

Koordinator Forum Seniman Peduli TIM, Tatan Daniel mengungkapkan, sejak TIM dikelola oleh Jakpro, komersialisasi sangat kentara dilakukan. Penolakan atas pengelolaan TIM oleh BUMD DKI Jakarta itu pun telah mencuat sejak Jakpro ambil alih pengelolaan sekitar empat tahun yang lalu.

Baca Juga

“Hampir empat tahun kami dari Forum Seniman Peduli TIM memperjuangkan supaya TIM tidak boleh dikuasai oleh PT Jakpro. Prinsipnya kami tetap menolak Jakpro sampai kapanpun,” kata Tatan saat ditemui Republika.

Tatan menjelaskan, penolakan itu didasari pada banyaknya fasilitas di TIM yang diberi tarif mahal oleh Jakpro terhadap para seniman yang hendak menggelar acara seni dan kebudayaan. Dia mencontohkan, harga sewa Gedung Graha Bhakti Budaya yang sebelumnya hanya di angka Rp 5 juta per hari, kini oleh PT Jakpro disebut mematok harga sewa yang melambung, bahkan hingga 40 kali lipat.

“Sekarang oleh PT Jakpro Rp200 juta per hari, dengan alasan fasilitas sudah diganti, biaya sumber daya, pajak, pemeliharaan, dan lain-lain. Tapi itu sangat tidak masuk akal, bagi kami itu tarif gila, orang gila sendiri pun bingung mikirnya, seniman mana yang bisa bayar satu hari Rp 200 juta?” ungkap Tatan.

Dia mengatakan, hal bersifat komersialisasi yang dinilai tidak masuk akal itu sudah diprediksi sejak awal. Tepatnya sejak keluar Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta-Propertindo (Perseroan Daerah) untuk Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki.

Di dalam Pergub tersebut, PT Jakpro ditugaskan melakukan pengelolaan dan perawatan prasarana dan sarana PKJ TIM dalam jangka waktu 28 tahun sejak Pergub itu diundangkan. Pergub itu ditandatangani oleh eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2 Juli 2019 dan diundangkan pada 3 Juli 2019. Dengan demikian, pengelolaan oleh Jakpro bakal berlangsung hingga 2047.  

Dalam kesempatan audiensi itu, Tatan mengaku bahwa pimpinan Pemprov DKI saat ini, yakni Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta memberikan perhatian pada para seniman mengenai masalah tersebut. Hal itu menyusul Pemprov DKI yang mengkaji pengelolaan TIM dari Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (UP PKJ) berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

“Idealnya ya BLUD, kan tidak dikenai pajak, kemudian dia bisa mengelola unit-unit usaha misalnya sewa kamar atau mess dan sewa gedung yang seniman sanggup bayar. Kalau BLUD dari uang yang dikelola bisa disimpan dan diputar, bisa lebih fleksibel dan tetap berfungsi sebagai pelayanan publik, tidak mencari profit. Maka ketika Pak Pj pada 16 Juni lalu menempatkan keputusan UP PKJ TIM sebagai BLUD kami menyambut baik karena itu yang kami pikirkan selama empat tahun,” ujar Tatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement