Kamis 06 Jul 2023 17:56 WIB

Penetapan Advokat sebagai Tersangka Perintangan Penyidikan Digugat ke MK

Aturan advokat bisa menjadi tersangka perintangan penyidikan digugat ke MK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Pelaksanaan sumpah advokat (ilustrasi). Aturan advokat bisa menjadi tersangka perintangan penyidikan digugat ke MK.
Pelaksanaan sumpah advokat (ilustrasi). Aturan advokat bisa menjadi tersangka perintangan penyidikan digugat ke MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan soal konstitusionalitas penetapan advokat sebagai tersangka perintangan penyidikan pada Rabu (5/7/2023). 

Perkara Nomor 64/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Marion yang berprofesi sebagai advokat. Marion melakukan pengujian materiil Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) terhadap UUD 1945,

Baca Juga

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Marion mengatakan Pasal 21 UU Tipikor telah merugikan hak konstitusionalnya, baik sebagai warga negara Indonesia secara individual maupun sebagai advokat yang berbadan hukum, termasuk hak konstitusional Stefanus Roy Rening. Marion menjelaskan, Stefanus adalah seorang addvokat resmi yang kini ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tipikor. 

"Sehingga penerapan Pasal 21 tersebut tidak bersesuaian dengan Pasal 16 Jo Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat," ujar Marion dalam sidang itu.

Pasal 16 UU Advokat menyatakan, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara Perdata maupun Pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam Sidang Pengadilan”.

Kemudian Pasal 31 UU 18/2003 berbunyi "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan".

Menurut Marion, tindakan penyidik aparat penegak hukum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan advokat sebagai tersangka merupakan tindakan pelanggaran hak advokat. Tindakan tersebut menurutnya bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang memberikan dasar hukum bagi advokat di Indonesia.

Marion meyakini advokat juga mempunyai kedudukan legal sebagai aparat penegak hukum yang setara seperi penyidik Polri, Jaksa, Hakim/Pengadilan dalam melaksanakan tugas penegakan hukum.

"Pemohon berkesimpulan bahwa Materi Pasal 21 UU 31/1999 ini secara pasti dan jelas merupakan materi pasal yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan asasi manusia advokat sebagai profesi terhormat," ucap Marion. 

Oleh karena itu, Marion dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 21 UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sementara itu, Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan pemohon untuk memastikan norma yang diuji Pasal 21 UU Tipikor atau Pasal 6 jo Pasal 31 UU Advokat. Karena nanti akan terkait dengan pasal-pasal yang diuji dengan batu uji yang ada di dalam UUD 1945. 

"Jadi harus ada persoalan konstitusionalitas norma. Nah ini Bapak lebih banyak dalam alasan permohonan ini mengangkat kasus konkret. Nanti dipastikan dulu, yang mana yang mau dipakai untuk pengujian materiil dalam permohonan saat ini," ujar Daniel.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement