REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pria dalam mengalami hipertensi. Saat ini, hipertensi masih menjadi salah satu penyebab kematian nomor satu di dunia. Di masa pandemi, angka kematian tertinggi berasal dari pasien dengan komorbid hipertensi.
Salah satu cara untuk mencegah hipertensi adalah dengan mengurangi konsumsi garam dan menggantikannya dengan glumatat atau lebih dikenal dengan nama MSG (monosodiumglutamat).
Dokter Spesialis Gizi Klinik Yohan Samudra mengatakan, jumlah maksimum garam yang boleh dikonsumsi yaitu satu sendok teh sehari atau sekitar 2.000-2.300 mg natrium. Yohan mengatakan, glutamat bisa menggantikan peran garam dalam makanan. Makanan yang sehat, kata Yohan, menjadi awal dari keluarga sehat dan bahagia.
“Glutamat itu ada di MSG. 1 gram MSG itu mengandung 133 mg natrium sedangkan garam mengandung 400 mg natrium. Karena itu, jauh lebih baik menggunakan MSG dibandingkan garam dan bisa mencegah penyakit hipertensi,” kata Yohan di webinar Ibu Sehat dan Bahagia Kunci Keluarga Sejahtera seperti dilansir pada Jumat (23/6/2023).
Pada acara ini Yohan menegaskan, sudah banyak penelitian yang dilakukan terkait keamanan konsumsi MSG. Semua stigma buruk terkait MSG sudah dibantah dengan penelitian. Kata dia, di Eropa dan Amerika serta di Indonesia melalui Kemenkes dan juga Badan POM sudah menyatakan penggunaan MSG aman dan tidak ada efek samping.
“Berapa banyak sebenarnya yang dikatakan aman untuk menggunakan MSG? Tentunya dengan takaran secukupnya karena kalau terlalu banyak akan membuat rasa makanan tidak enak, jadi after tastenya menjadi pahit. Jadi gunakan MSG secukupnya sesuai resep dan anak di atas 1 tahun juga sudah boleh mengonsumsi MSG sebagai variasi makanan,” kata Yohan.
Yohan mengungkapkan bahaya lain dari konsumsi garam yang berlebihan selain hipertensi adalah serangan jantung hingga stroke. Karena, jumlah garam yang berlebihan akan membuat pembuluh darah kaku sehingga aliran darah susah untuk lewat dan berpotensi membuat pembuluh darah pecah.
Dalam jangka panjang, kata Yohan, risiko penyakit dari konsumsi garam yang berlebihan adalah gagal ginjal akut. Yohan meminta konsumen untuk hati-hati dalam mengonsumsi makanan dengan kandungan garam tersembunyi.
“Contohnya kondimen seperti saus sambal, mayonaise, kecap manis, fast food, Chinese food, keripik, bakso, tongseng dan juga gulai. Semua makanan itu mengandung garam yang tersembunyi,” ujar Yohan.
Yohan mengatakan, keluarga yang sehat biasanya berawal dari makanan yang keluar dari dapur. Karena itu, ibu memegang peranan penting dalam keluarga untuk mencegah terjadinya obesitas akibat menggunakan garam secara berlebihan dalam makanan.
Psikolog Klinis Nia Paramita mengungkapkan, kaum perempuan lebih sering mengalami depresi dibandingkan laki-laki. Stres menjadi salah satu penyebab terjadinya depresi.
Menurut dia, makanan bisa membantu mengurangi stres yang dialami ibu. Contohnya, apabila sudah terdiagnosis sakit lambung jangan mengonsumsi makanan yang kecut dan pedas. Apabila mempunyai penyakit hipertensi maka jangan goda tubuh dengan konsumsi garam.
“Para ibu harus self love dan juga self care, karena seorang ibu itu kan tidur paling akhir dan bangun paling awal dibandingkan anggota keluarga lain. Kalau hidup ibu bahagia maka ayah akan senang dan anak akan merasa berharga tapi kalau ibu tidak bagaimana dia bisa meneruskan kebahagian itu ke suami dan anak,” kata Nia.
Sementara itu di acara yang sama Grant Senjaya, Head of Public Relations Department Ajinomoto Indonesia, mengatakan, kegiatan yang dilakukan bersama Katadata ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai pentingnya diet garam.
“Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari kampanye Bijak Garam Ajinomoto. Melalui kampanye Bijak Garam yang sedang kami giatkan ini, Ajinomoto ingin mengedukasi masyarakat tentang pentingnya diet rendah garam dan mengajak keluarga Indonesia untuk hidup lebih sehat. Melalui https://www.dapurumami.com/page/bijak-garam aplikasi menu Bijak Garam, dapat diakses oleh masyarakat luas,” kata Grant.