Jumat 16 Jun 2023 06:07 WIB

Pengamat: Dulu Anak Muda Berharap pada PSI

Sikap PSI terhadap politik dinasti dinilai inkonsisten.

Anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep bertemu Ketum PSI Giring Ganesha dengan memakai kaos PSI.
Foto: Tangkapan layar di Twitter Giring Ganesha
Anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep bertemu Ketum PSI Giring Ganesha dengan memakai kaos PSI.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, merespons sorotan publik terhadap sikap inkonsisten Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terkait politik dinasti yang disorot usai mendukung Kaesang Pangarep maju di Pemilihan Wali Kota Depok (Pilwakot). Sebelumnya, PSI begitu keras dan tegas melawan politik dinasti karena menurut mereka merusak sendi-sendi demokrasi.

Baca Juga

Namun kini, partai yang mendeklarasikan dirinya sebagai partai anak muda itu justru mendukung Kaesang untuk mengikuti jejak sang ayah Presiden Joko Widodo, kakaknya Gibran Rakabuming Raka hingga kakak iparnya Bobby Nasution.

"Ya itulah PSI, dari dulu begitu dulu mengusung konsep anak muda, sekarang banyak ditinggalkan anak muda, sekarang ingin mengajukan Kaesang. Banyak yang tidak konsisten," ujar Ujang dalam keterangannya, Kamis (15/6/2923).

Ujang mengatakan, saat awal didirikan, banyak anak muda berharap PSI memberi semangat baru dan konsep segar di dunia perpolitikan Indonesia. Namun demikian, PSI saat ini dinilai tidak berbeda halnya dengan partai lain.

"Dulu anak muda berharap PSI tapi kecewa anak mudanya sekarang ditinggalkan. Apalagi soal politik dinasti, ya itulah salah satu kesalahan dari PSI adalah, banyak yang paradoksnya, banyak yang anomali, banyak yang tidak konsisten dalam konteks kebijakan dan pernyataan partainya itu," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini melanjutkan, politik dinasti yang sebelumnya ditentang keras PSI, justru didukung saat melibatkan keluarga Presiden Jokowi.

"Politik dinasti ditolak habis-habisan, dikritik habis-habisan tapi di saat yang sama PSI mengusung mendukung, menumbuhkan dan mengembangkan politik dinasti dengan mendukung Kaesang," katanya.

Padahal, lanjut Ujang, sudah sangat jelas jika majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, Bobby Nasution di Wali Kota Medan bagian dari politik dinasti. Kendati demikian, Ujang mengakui tidak aturan khusus atau larangan terkait politik dinasti.

Hanya kata dia, politik dinasti membuat demokrasi menjadi tidak sehat. Khususnya jika calon yang maju tidak memiliki kapasitas dan kemampuan serta rekam jejak yang mumpuni.

"Memang tidak ada aturannya politik dinasti itu, tapi kalau yang diusung dan didukung masih mentah, tidak berkualitas, tidak punya pengalaman dalam pemerintahan tata negara dan sebagainya, disitu letak kekurangan dari politik di Indonesia itu," ujar dia.

Lebih lanjut, kata Ujang, pemimpin yang diusung semestinya memiliki kapasitas dan kapabilitas serta rekam jejak yang jelas.

"Yang hebat, yang bagus, yang berprestasi dan track record-nya jelas, baru politik dinasti boleh mendapatkan haknya tetapi sekarang ini kan politik dinasti kan tumbuh berkembang dan besar di Indonesia tanpa dibarengi oleh kualitas, itu yang menjadi persoalan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement