REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat Supriyanto mengatakan, kasus lumpy skin disease (LSD) terdeteksi sudah masuk Jawa Barat. Menurutnya, terdapat satu kabupaten/kota Zero Reported Case (Kota Bandung), dan sembilan kabupaten/kota memiliki kasus aktif di bawah 50 kasus.
LSD atau cacar sapi/kerbau merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang terutama bisa menyerang hewan sapi. Penyakit ini dicirikan dengan adanya benjolan pada kulit sapi.
Virus penyebab LSD termasuk dalam genus Capripoxvirus yang ditularkan melalui antropoda terutama serangga penghisap darah (lalat, nyamuk, caplak), pakan dan air yang terkontaminasi, serta penularan langsung melalui saliva, sekresi hidung, dan air mani. "Lima kabupaten/kota memiliki kasus aktif di bawah 50–100 kasus, 12 kabupaten/kota memiliki kasus aktif tertinggi," ujar Supriyanto kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).
Menurut Supriyanto, antisipasi yang sudah dilakukan Jabar adalah melakukan KIE ke masyarakat serta dinas kabupaten/kota, serta melakukan upaya-upaya untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi LSD. "Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat juga telah mendistribusikan obat-obatan dan disinfektan untuk digunakan di kabupaten/kota se-Jawa Barat," kata Supriyanto.
LSD, kata dia, hanya menyerang sapi dan kebau karena hewan tersebut merupakan spesies yang paling rentan tertular LSD virus (LSDV). Virus tersebut memiliki reseptor spesifik pada sel dalam tubuh sapi yang menyebabkan virus dapat masuk dan bereplikasi di dalam tubuh.
"Hewan lain kemungkinan tidak memiliki reseptor spesifik yang dibutuhkan oleh virus untuk menginfeksi sel secara efektif. Sapi merupakan host utama dan paling rentan terserang LSD, spesies lain seperti kerbau air dan ruminansia liar. Namun, kambing dan domba dilaporkan resisten terhadap infeksi LSDV," ujarnya.
Menurut Supriyanto, penyakit ini menyebabkan timbulnya benjolan atau bintik-bintik pada kulit hewan yang tertular. Yang diawali dengan bintik-bintik tersebut kecil dan keras, tetapi secara bertahap tumbuh ukurannya dan menjadi lembut serta berisi cairan.
"Kulit di atas bintik-bintik tersebut dapat menjadi merah, membengkak, dan akhirnya mengalami ulserasi, yang kemudian dapat menyebabkan infeksi bakteri sekunder," katanya.
LSD, kata dia, dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan karena menurunkan produksi susu, penurunan berat badan, menurunkan fertilitas, dan kematian dalam kasus-kasus yang parah.
Supriyanto memaparkan, LSD tidak lebih berbahaya dibanding dengan dampak PMK. Sebab, PMK memiliki tingkat penularan lebih tinggi, lebih cepat, dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi baik secara domestik maupun internasional (perdagangan ternak dan produk hewan).
"Sapi yang terinfeksi LSD dapat diberikan obat untuk mengurangi gejala penyakit seperti demam dan nyeri pada kulit. Pengobatan ini dapat membantu sapi untuk mempercepat pemulihan dan meningkatkan daya tahan tubuhnya," ujarnya.