Ahad 11 Jun 2023 23:44 WIB

APIK: Bersiap Hadapi Kenaikan Suhu Bumi

Perubahan iklim dapat meningkatkan kehilangan dan kerugian akibat bencana.

Ilustrasi cuaca panas.
Foto: EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Ilustrasi cuaca panas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK) Indonesia mengingatkan para pemangku kepentingan di Indonesia untuk segera bersiap menghadapi suhu bumi yang melampaui batas 1,5 derajat Celcius akibat perubahan iklim.

Ketua Umum APIK Mahawan Karuniasa menyampaikan empat catatan untuk upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Pertama, Pemerintah Indonesia tetap terus melanjutkan rencana mengeluarkan second NDC pada 2025 agar agenda NDC 2030 selaras dengan agenda net zero emission Indonesia.

Baca Juga

Mahawan menambahkan, Pemerintah Indonesia juga harus tetap mempertahankan target-target yang tertuang dalam cetak biru pengendalian perubahan iklim pada sektor hutan dan lahan melalui Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030.

FOLU Net Sink adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai di mana tingkat serapan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada 2030 akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dilepas. Sasaran implementasi kebijakan tersebut adalah tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar minus 140 juta ton karbon dioksida ekuivalen.

Kebijakan penurunan emisi karbon FOLU Net Sink 2030 menggunakan empat strategi utama, yakni menghindari deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon.

Kedua, kata Mahawan, angka emisi nasional masih tergolong aman dalam konteks keadilan emisi, yaitu sebesar 1,05 gigaton atau mendekati 3,9 ton per kapita berdasarkan laporan Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020. "Dengan demikian, Indonesia perlu mempertahankan tingkat emisi ini dengan memperhatikan emisi sektor energi yang cenderung naik, jumlah penduduk yang terus bertambah, serta potensi cuaca panas ekstrem yang mengancam kebakaran hutan dan lahan," ucap pakar lingkungan Universitas Indonesia tersebut.

Ketiga, Indonesia perlu bekerja keras meningkatkan kapasitas adaptasi nasional. Hal itu mengingat kenaikan di atas 1,5 derajat Celcius akan meningkatkan bencana hidrometeorologis, menurunkan produktivitas pangan, meningkatkan penyakit menular, mengganggu kesehatan mental, serta kerusakan infrastruktur ekonomi karena banjir dan longsor.

Mahawan menuturkan ekosistem daratan dan lautan, sebaran spesies, serta perilaku alam juga turut mengalami perubahan akibat kenaikan temperatur global. "Semua ini akan berdampak pada ekonomi dan sosial semua pihak," kata dia.

Keempat, kata dia, perubahan iklim dapat meningkatkan kehilangan dan kerugian akibat berbagai bencana yang ditimbulkan. Ia mendorong Indonesia untuk mempercepat pembangunan instrumen dan mekanisme inventarisasi kerugian dan kehilangan akibat bencana sebagai modal kerja sama internasional di dalam skema pendanaan.

"Isu perubahan iklim membutuhkan dukungan politik, sehingga perlu menjadi bagian penting pada tahun politik saat ini," kata Mahawan.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement