REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Media sosial seperti Tiktok, Instagram ataupun Twitter merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang tidak bisa dihindari. Hal ini membuat masyarakat pengguna media sosial atau warganet menjadi lebih mudah mengakses informasi.
Netizen atau warganet di Indonesia diketahui memiliki kekuatan yang luar biasa untuk ikut menegakkan keadilan. Hal ini berhasil dilakukan lewat komen-komen maupun konten yang dibuat.
Situasi tersebut menarik perhatian dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dwi Ratna Indri Hapsari. Menurut dia, masyarakat saat ini lebih mudah untuk menyampaikan komentarnya mengenai suatu kasus yang sedang hangat dibicarakan. "Hal ini bisa menjadi masukan ataupun bahkan sebaliknya, 'mengganggu' proses hukum yang ada yang berjalan," kata Dwi.
Ia mencontohkan ketika hakim sedang memeriksa suatu perkara seorang public figure ataupun seseorang yang memiliki jabatan tertentu. Fenomena tersebut pasti akan banyak warganet yang mengomentarinya. Komentar-komentar tersebut bisa menjadi masukan tetapi juga dapat menjadi gangguan akan proses suatu kasus.
Meskipun banyak kasus yang terkuak atas bantuan warganet untuk dapat ditindaklanjuti, dia menilai campur tangan mereka juga dapat menimbulkan imbas pada hasil keputusan hakim. Komentar-komentar tersebut dapat mempengaruhi hakim dalam membuat pertimbangan saat memeriksa perkara. Meskipun demikian, pada prinsipnya, seorang hakim harus memiliki independensi sehingga ada yang namanya kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung (MA).
Dalam memeriksa suatu perkara, kata dia, hakim akan menggunakan subjektivitasnya. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh pandangan advokat serta warganet melalui media sosial.
Menurut dia, subjektivitas juga bisa muncul dari daerah hakim tersebut sedang memeriksa perkara. Hal ini karena setiap daerah memiliki kebiasaan dan adat istiadat yang berbeda. Hal yang perlu diingat, kata dia, dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara, hakim tetap harus mengedepankan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Ia juga menambahkan, komentar warganet dalam kasus-kasus yang ada bukan merupakan tantangan dalam dunia hukum. Sebaliknya, jika dilihat dari sisi yang lain, masyarakat melalui media sosial malah dapat melakukan kontrol akan kasus-kasus yang ada.
Jika ditinjau dari teori serta prinsipnya, ketika putusan dari pengadilan diberikan, maka sebenarnya ada upaya-upaya hukum lain yang bisa diambil. Dalam perkara pidana prosedural misalnya, upaya hukum seperti banding atau kasasi jika tidak puas dengan putusan hakim. Namun komentar warganet belum bisa menjadi suatu upaya hukum.
Ia berpendapat, media sosial dapat menjadi wadah bagi masyarakat yang merasa bahwa putusan yang ada melukai keadilan. "Maka suara-suara itu bisa menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan perkara," kata Dwi.