REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan komitmennya menciptakan energi bersih dengan melakukan penyesuaian di berbagai sektor, termasuk sektor energi dan kehutanan. Dalam hal praktis, daur ulang limbah baterai pada kendaraan listrik bisa digunakan berkali-kali sampai umur pemakaiannya terpenuhi.
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dhewanthi, menyampaikan kalau ternyata baterai kendaraan listrik harus dibuang, limbah baterai ini akan ditangani sebagaimana limbah B3. "Sehingga, dipisahkan seperti limbah elektronik lain dan kemudian dimasukan ke dalam fasilitas pengolahan limbah berbahaya beracun yang memang sudah ada," kata Laksmibdalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 ( FMB9) bertajuk "Ekosistem Menuju Energi Bersih" di Jakarta, Senin (5/6/2023).
Menurut dia, yang pasti adalah memang perlu edukasi agar sampah baterai tidak dicampur dengan limbah-limbah lain yang masih punya nilai ekonomi. "Perlu edukasi, penyiapan fasilitas dan banyak metodologi atau teknik-teknik yang kita gunakan agar mengurangi, menggunakan ulang, dan mendaur ulang," ujarnya lagi.
Tentang penyesuaian, Laksmi mengurai, hal tersebut selaras dengan Paris Agreement atau Perjanjian Paris yang berisi kesepakatan global dan komitmen negara-negara di dunia menghadapi perubahan iklim. Semua sektor yang berkontribusi kepada Nationally Determined Contribution (NDC) Paris Agreement akan melakukan penyesuaian-penyesuaian termasuk sektor energi.
Selain itu, akan dilakukan penyesuaian di sektor kehutanan, sektor limbah dan pertanian. Khusus untuk sektor energi, kata Laksmi, telah banyak dilakukan penyesuaian, baik dari sisi skenario maupun rencana-rencana yang akan menjadi dasar penurunan emisi gas rumah kaca pada 2023, demi mencapai cita-cita mendapatkan energi bersih.
Ia mengatakan, penyesuaian ini ke depannya akan diselaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan termasuk pendanaan. "Jadi semua sektor melakukan penyesuaian termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan juga kesiapan modal lainnya termasuk pendanaan," kata Laksmi.
Sementara itu, terkait data kenaikan suhu dan akumulasi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim, diperkirakan setiap 100 tahun suhu rata-rata permukaan bumi naik 0,8 derajat Celsius. Laksmi menjelaskan, kalau tidak segera ditangani diprediksi di akhir abad ini kenaikannya akan mencapai lebih dari 1,5 derajat Celsius, bahkan 2 derajat Celsius. Situasi selanjutnya akan berpengaruh terhadap keberadaan makhluk hidup di muka bumi.
"Dan upaya-upaya yang kita lakukan ini untuk menekan agar kenaikannya akan lebih kecil dan tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Insya Allah apabila tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius, berbagai macam ekosistem dan makhluk hidup yang sekarang ada itu bisa berkelanjutan di masa yang akan datang," kata Laksmi.
Dia menambahkan, kenaikan suhu akibat polusi dan efek rumah kaca harus ditangani secara serius. Termasuk dengan memperluas jejaring edukasi, menyiapkan fasilitas, dan kesiapan dari aspek teknologi.