Jumat 02 Jun 2023 15:24 WIB

KLHK: Indonesia Dukung Agenda Global Akhiri Polusi Plastik di Laut

Indonesia dukung pembentukan instrumen yang mengikat secara hukum internasional

Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati memimpin Delegasi Republik Indonesia yang berjumlah 19 orang dari tiga kementerian pada acara The Second Session of the Intergovernmental Negotiating Committee (INC-2) di Markas UNESCO, Paris.
Foto: Dok KLHK
Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati memimpin Delegasi Republik Indonesia yang berjumlah 19 orang dari tiga kementerian pada acara The Second Session of the Intergovernmental Negotiating Committee (INC-2) di Markas UNESCO, Paris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menegaskan, Indonesia mendukung penuh agenda global untuk mengakhiri polusi plastik termasuk di lingkungan laut. Hal ini sejalan kebijakan dan regulasi nasional dalam memerangi limbah dan polusi plastik. 

"Kami memiliki komitmen yang kuat dapat bergabung dengan gerakan global untuk mengakhiri polusi plastik melalui pembentukan instrumen yang mengikat secara hukum internasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (1/6/2023).

Dirjen Rosa Vivien yang memimpin delegasi Indonesia beranggotakan 19 orang dari tiga kementerian itu menyatakan, Indonesia  menyelaraskan diri dengan pernyataan regional Asia Pacific Group (APG), dan menambahkan sejumlah materi penting, yakni, pertama, Indonesia menyadari sepenuhnya  terdapat kesenjangan antara negara-negara anggota dalam hal negara maju, negara berkembang, dan negara kurang berkembang yang harus diseimbangkan selama proses negosiasi INC-2. 

"Jadi, kami berharap instrumen tersebut dapat mengembangkan lingkungan yang memungkinkan untuk menciptakan lapangan permainan yang setara," ujarnya.

Kedua, Indonesia sangat berharap bahwa memiliki pemahaman yang sama dan definisi yang disepakati tentang siklus hidup penuh plastik. Maka itu pendekatan dasar untuk membangun teks negosiasi.

Ketiga, Indonesia mengusulkan perlunya menyederhanakan kewajiban inti menjadi lebih ringkas dengan mengelompokkan atau mengelompokkan kembali kewajiban yang dapat diterapkan, dapat dicapai, terukur, dan akuntabel daripada 12 kewajiban inti yang lebih luas.

Keempat, Indonesia juga percaya bahwa kedua kelompok kontak bukanlah proses negosiasi yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, masing-masing kelompok kontak harus bekerja secara sinergis untuk menyelaraskan kewajiban inti, tindakan pengendalian, dan tindakan sukarela di satu sisi, dan sarana implementasi terkait sisi lain.

“Kelima, mengingat peran penting Rencana Aksi Nasional (RAN), Indonesia percaya bahwa RAN harus menjadi tulang punggung untuk mengimplementasikan instrumen internasional yang mengikat secara hukum ini,”kata Vivien.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement