Rabu 31 May 2023 23:49 WIB

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca pada Demplot CSA Kementan 37 Persen

Balai Penerapan Standar Instrumen sebut ada penurunan emisi GRK di Demplot CSA.

Pengembangan Demonstration Plot (Demplot) pada lokasi penyuluhan pertanian Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA)
Foto: dok istimewa
Pengembangan Demonstration Plot (Demplot) pada lokasi penyuluhan pertanian Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA)

REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Pengembangan Demonstration Plot (Demplot) pada lokasi penyuluhan pertanian Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) terbukti menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) rata-rata 37 persen di lokasi Demplot CSA dari Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) dibandingkan lokasi konvensional di Indonesia. 

Capaian CSA dari SIMURP dikemukakan Bustanul Arifin Caya, Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP) pada Jumat (26/5) di Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang pada kegiatan Mid Term Review Mission dan Farmer Field Day (FFD) di lokasi CSA SIMURP 2023.

Upaya CSA SIMURP sejalan arahan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa menjaga lingkungan juga sangat penting dilakukan dalam aktivitas pertanian. "Di balik produktivitas yang kita genjot, lingkungan harus diperhatikan, yang bisa kita lakukan adalah menurunkan emisi gas rumah kaca atau GRK," katanya.

Sementara Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri di bawah business as usual (BAU) pada 2030, sementara dengan dukungan internasional hingga 41 persen.

"Kita butuh aksi adaptasi. Setiap aksi yang dilakukan, untuk mengantisipasi dampak buruk perubahan iklim serta menjaga kedaulatan pangan. Hal ini menjadi prioritas utama pembangunan pertanian," katanya. 

Dedi Nursyamsi mengatakan, dibutuhkan juga aksi mitigasi, di mana setiap aksi harus bertujuan pada penurunan emisi GRK, tetapi harus mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas pertanian.

"Sudah ada inovasi teknologi mitigasi GRK yang diterapkan petani seperti menerapkan pengairan berselang, penggunaan bahan organik matang, varietas padi rendah emisi metana paket teknologi Climate Smart Agriculture atau CSA," katanya.

Ada pula sistem integrasi tanaman dan ternak, kata Dedi Nursyamsi, berupa Paket CSA, penggunaan kalender tanam, olah tanah bajak dalam, pemberian bahan organik, penggunaan Perangkat uji tanah sawah (PUTS) dan Bagan Warna Daun (BWD), pemanfaatan bibit unggul bermutu, bibit usia muda, jarak tanam legowo dan pengairan intermittent.

Demplot CSA Subang

Kapusluh Bustanul Arifin Caya di Subang mengatakan penurunan emisi GRK rata-rata 37 persen di lokasi Demplot CSA SIMURP, direkomendasi oleh Balai Penerapan Standar Instrumen (BPSI) Pati.

"Budidaya padi sawah merupakan salah satu sumber emisi GRK, yakni gas metana (CH4) yang dilepas dari lahan persawahan tergantung jenis tanah, kelengasan tanah, suhu tanah dan varietas padi," katanya.

Program SIMURP merupakan modernisasi irigasi strategis dan program rehabilitasi lintas kementerian dan lembaga yang melibatkan Kementan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan target lokasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

Kegiatan ´Mid Term Review Mission´ CSA SIMURP 2023 dan Farmer Field Day (FFD) di Subang, Jumat (26/5) dihadiri tim PUPR Pusat, Julianto dan Tim Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum; Tim Bank Dunia, Ijsbrand Harko de Jong; Board of Directors Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) David Osborne; General at PMC Retail, Eom Subastian; TA CPIU Komponen B, Yoo serta Koordinator Tenaga Pendamping Masyarakat (KTPM) dan TPM.

Turut hadir Kabid Penyuluhan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Jabar, Kepala Pertanian Kabupaten Subang; Koordinator dan Sub Koordinator Kelompok Lingkup Pusat, serta Penyuluh Pertanian Pusat; Manager, Deputi dan tim Pengelola SIMURP.

Kapusluh Bustanul Arifin Caya menambahkan, sektor pertanian tergolong rentan terhadap sejumlah gangguan di antaranya perubahan iklim, pemanasan global, efek rumah kaca, banjir, kekeringan, serta peningkatan permukaan air laut.

"Pertanian Cerdas Iklim pada Program SIMURP adalah pertanian ramah lingkungan, hemat air dan berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman, produktivitas, dan pendapatan petani sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan petani," katanya lagi.

SIMURP, kata Kapusluh Bustanul, berupaya membuka cara pandang bagaimana bertani cerdas iklim yang sehat, ramah lingkungan, dan berkelanjutan dengan berbagai kegiatan."Dari kegiatan CSA diharapkan dapat dilakukan edukasi kepada petani yang bergabung dalam kelompok tani, sehingga dapat segera bertani secara cerdas iklim dan  efisien menggunakan air," kata Kapusluh Bustanul AC.

Petani, katanya lagi, diajak dan didorong mengurangi penggunaan pupuk kimia dan beralih ke pupuk organik, menggunakan bibit varietas unggul dan tahan hama, menggunakan pestisida nabati, dan lain sebagainya.

”Intinya, kita mulai berorientasi ke pertanian cerdas iklim dengan mengembalikan kesuburan tanah. Utamanya, untuk menghasilkan produktivitas padi yang tinggi dan sehat tanpa merusak kesuburan lahan," kata Bustanul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement