Ahad 28 May 2023 17:23 WIB

Peran Perguruan Tinggi Lindungi Anak Bangsa dari Konsep Hidup Childfree

Para pengusung konsep hidup childfree dasarnya menolak yang disyariat Islam.

Penyebab seseorang mengambil keputusan childfree bisa merupakan sesuatu yang disadari ataupun tidak disadari.Penyebab yang dimaksud bukan hanya trauma, tapi bisa juga karena ikut-ikutan. 9ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Penyebab seseorang mengambil keputusan childfree bisa merupakan sesuatu yang disadari ataupun tidak disadari.Penyebab yang dimaksud bukan hanya trauma, tapi bisa juga karena ikut-ikutan. 9ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rini Fatma Kartika, Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Jakarta

Beranak-pinak merupakan bagian dari proses sunnatullah setiap pasangan yang telah menikah. Hal tersebut demi melanggengkan keberadaan umat manusia di muka bumi, agar perintah untuk bisa menegakkan khalifatullah fil ardhi bisa terimplementasi. Sehingga akan terjadi regenerasi untuk melanjutkan estafeta perjuangan, demi menebarkan rahmatan lil alamien untuk semua makhluk-Nya.

Walaupun demikian, akhir-akhir ini ada sebagian orang —sebut saja dari kalangan influencer bernama Gita Savitri, mengumumkan dirinya sedang mengusung konsep childfree. Childfree ialah terkait keputusan hidup seseorang atau pasangan untuk tidak memiliki keturunan.  

Tentu saja, konsep tersebut sangat bertentangan dengan sunnatullah sebagai sebuah ketetapan Allah SWT serta nilai-nilai keislaman. Selain Gita Savitri, mungkin masih banyak orang yang memiliki pandangan seperti itu. Bila konsep seperti itu banyak yang mengikuti, sangat menghawatirkan terhadap kelangsungan hidup manusia.   

Childfree dan Maqashid Syariah

Mencuatnya konsep childfree di tengah-tengah sumpeknya kehidupan masyarakat—khususnya masyarakat urban yang tinggal di perkotaan ataupun di pinggiran kota, lantas bagaimana Islam menanggapi hal tersebut? Karena, Islam sebagai way of life menjadi panduan di segala dimensi kehidupan masyarakat Muslim, mulai bangun tidur di pagi hari hingga kembali ke tempat tidur di malam hari.

Bila coba kita korelasikan konsep childfree terhadap syariat Islam, khususnya maqashid al-syari’ah—yaitu tujuan dari syariat Islam yang dikemukakan oleh al-Ghazali (w.505/1111) dan kemudian dikembangkan oleh Asy-Syatibi (w. 790/1388), terdiri dari: perlindungan keimanan (hifdu al-dien), perlindungan diri manusia (hifdu al-nafs), perlindungan akal manusia (hifdu al-aql), perlindugnan keturunan (hifdu al-nasl), dan perlindungan kekayaan (hifdu al-maal) (M. Umar Chapra: 2001).

Maka, konsep childfree esensinya telah keluar dari apa yang menjadi tujuan disyariatkan Islam kepada umat manusia. Di mana, dari lima tujuan disyariatkan Islam, keberadaan menjaga keturunan (hifdu al-nasl) masuk di dalamnya. Sehingga, dapat dihipotesakan bahwa para pengusung konsep hidup childfree dasarnya menolak yang disyariat Islam.

Tentu saja, konsep childfree ini harus dibedakan dengan konsep menunda untuk memiliki keturunan. Ada beberapa kasus masyarakat di Indonesia, misalnya seseorang menunda untuk memiliki keturunan dengan alasan sedang studi lanjut. Pasca menyelesaikan studi lanjut, barulah pasangan yang bersangkutan melakukan promil (program hamil).

Dengan demikian, untuk kasus menunda memiliki keturunan, Islam masih mentolelir, karena dilandaskan adanya uzur syari’i di dalamnya. Sedangkan untuk childfree sendiri, penulis berpandangan tak masuk ke dalam kategori uzur syar’i. Karena, hal tersebut jelas-jelas telah bertentangan dengan sunnatullah serta maqashid syariah—khususnya terkait hifdu al-nasl (menjaga kelangsungan keturunan).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement