Rabu 17 May 2023 12:39 WIB

Tatkala Volkschool Dikutuk Ulama Tarekat Minangkabau

Volkschool ditentang para ulama tarikat Minangkabau

Pengunjung berfoto dengan latar Rumah Gadang, Nagari Sumpu, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Ahad (29/8/2021). Pemerintah daerah setempat memasang barcode berisi data masing-masing rumah gadang untuk memudahkan wisatawan memperoleh informasi.
Foto:

Dirikan Sekolah Islam Modernis

Berbeda dengan kelompok Islam modernis yang memaknai dan merespon hadirnya Sekolah Desa dan sekolah lanjutan yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Kelompok Islam modernis merespon dengan gaya moderat, di antaranya: mengintensifkan pengajian, membangun jejaring surau, serta mendirikan lembaga kependidikan dengan sistem kelas (Sufyan, 2022). 

Tercatat dalam lembar sejarah, Syekh Muhammad Djamil Djambek setelah kembali berguru dengan Syekh Achmad Chatib al-Minangkabawi, mendirikan dan membuka tabligh di Surau Tangah Sawah dan Surau Kamang. Syekh Abdullah Ahmad yang pulang dari Mekah tahun 1906, memimpin Surau Jembatan Besi ketika memutuskan untuk hijrah ke Padang, mendirikan HIS Adabiah (1909). 

Syekh Moh. Thaib Umar yang juga pernah belajar di Mekah merintis pengajian di Surau Tanjung Pauh Sungayang, dan membuka Madras School (1909); dan Syekh Ibrahim Musa Parabek yang tercatat tiga kali ke Mekah, mendirikan Muzakaratul Ikhwan, kemudian bergabung dalam Sumatra Thawalib (1920an). 

Pasca Abdullah Ahmad hijrah ke Padang, dan wafatnya Abdul Latif Rasjidi, Haji Abdul Karim Amrullah (ayah HAMKA) didaulat untuk melanjutkan pengajian di Surau Jembatan Besi Padang Panjang (1906), kemudian  bertransformasi menjadi Sumatra Thawalib (1918). 

Murid-murid yang pernah belajar mengaji dengan Haji Rasul itu, juga mengikuti rekam jejaknya. Zainuddin Labay el-Yunussi yang pernah mengajar di Surau Jembatan Besi, kemudian mendirikan Diniyah School (1915). 

Langkah ini, juga diikuti adik kandung dari Labay–yang juga mengaji pada Haji Rasul. Rahmah el-Yunussiah merintis Madrasatu lil Banat (1924), kemudian berubah nama menjadi Diniyah Putri. 

Syekh Daud Rasjidi – yang intensif mengikuti pengajian ayah kandung HAMKA itu turut mendirikan Diniyah School di ranah kelahirannya di Nagari Balingka. Pun dengan Adam Balaibalai – yang mendirikan Madrasah Irsyadunas (1920).

Pasca kembali dari Tanah Suci, anak Haji Rasul juga didaulat untuk memimpin sekolah kader untuk persyarikatan Muhammadiyah, yang disebut-sebut dalam de Locomotief (2 Februari 1928) dengan nama Tabligh School.  

Bahkan, murid-murid dari Haji Rasul, ada yang berkonfrontasi dengan dirinya. Mereka umumnya bergerak di politik, dan menjadi musuh dari pemerintah.

Haji Ahmad Chatib gelar Datuk Batuah–yang pernah berguru pada Syekh Achmad Khatib al-Minangkabawi, kemudian diangkat Haji Rasul menjadi guru agama di Sumatra Thawalib dan redaktur pembantu di Al-Munir Al-Manar. Pada 1923 ideologKuminih itu memimpin Sarekat Rakyat yang berafiliasi ke Komunis, merintis Ra’jat School, serta mendirikan majalah Pemandangan Islam. 

Dua orang murid lainnya, juga mengikuti langkah jejak Datuk Batuah, masing-masing Arif Fadhila (redaktur Djago! Djago! dan pengurus PKI afdeling Padang), dan Djamaluddin Tamim (redaktur Pemandangan Islam) yang merintis PARI dan Moerba bersama Tan Malaka dan Soebakat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement