Selasa 16 May 2023 15:41 WIB

Putusan PTUN Fadel, Pengacara DPD: Mereka Lupa Ada UU MD3 dan UU Administrasi

SK DPD RI didasarkan pendapat lisan dan tertulis anggota, yang dilindungi UU MD3.

Sidang Paripurna DPD yang mengagendakan pemilihan Wakil Ketua MPR RI, dengan hasil Tamsil Linrung berhasil mendapatkan suara yang terbanyak.
Foto: istimewa/doc humas
Sidang Paripurna DPD yang mengagendakan pemilihan Wakil Ketua MPR RI, dengan hasil Tamsil Linrung berhasil mendapatkan suara yang terbanyak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kuasa hukum DPD RI dalam banding putusan PTUN gugatan Fadel Muhammad atas SK DPD RI, Fahmi Bachmid, mengingatkan SK DPD tentang penggantian Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad, didasarkan atas pendapat lisan dan tertulis anggota DPD yang dilindungi UU MD3.

Sidang paripurna DPD didasarkan kepada pendapat secara lisan dan tertulis dari anggota DPD yang dilindungi oleh Undang-Undang MD3. “Catat, keputusan sidang paripurna itu dihasilkan dari adanya keputusan lisan dan tertulis dari anggota DPD,” kata Fahmi, Selasa (16/5/2023).

Berdasar UU MD3, lanjut dia, pernyataan lisan dan tetulis anggota DPD di dalam menjalankan tugas dan kewenangan menjalankan tugasnya, termasuk sidang paripurna tidak bisa diadili dan diperiksa keputusannya oleh lembaga peradilan.

“Itu UU MD3 yang bicara . Tidak perlu saya mengajari orang-orang yang mengaku mengerti hukum tata negara. Mungkin mereka lupa kalau ada UU MD3, lupa kalau ada UU Administrasi Pemerintah,” ungkap Fahmi.

PTUN telah mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas SK Pimpinan DPD RI terkait penggantian Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad. Atas putusan PTUN ini, DPD RI secara resmi telah mengajukan banding.

Fahmi mengatakan putusan PTUN telah melampaui kewenangannya. Dijelaskannya, SK DPD tentang penggantian wakil ketua MPR adalah produk sidang paripurna. “Sedang sidang paripurna adalah sidang terkait dengan keputusan-keputusan politik. Jadi keputusan politik tidak bisa dbawa ke ranah hukum. Itu juga ada yurispudensinya,” kata Fahmi.

Salah satu contoh yurisprudensinya adalah PTUN menolak gugatan Ratu Hemas terhadap ketua DPD RI saat itu, yaitu Oeman Sapta Odang. “PTUN tidak bisa mencampuri urusan politik DPD RI,” ungkap Fahmi.

Dengan melakukan banding atas putusan PTUN, menurut Fahmi, maka SK DPD tentang penggantian Fadel Muhammad masih berlaku. Artinya, secara administrasi penggantian Fadel tetap harus dilakukan oleh MPR.

“MPR tidak boleh masuk dengan alasan karena ini masih ada sengketa, karena hal itu bukan urusan MPR. Ini adalah rumah tangga DPD terhadap anggotanya,” kata Fahmi.

Mengenai adanya pendapat bahwa PTUN bisa mengadili perkara gugatan Fadel Muhammad dengan alasan adanya perluasan kewenangan PTUN, Fahmi mengatakan hal itu keliru. “Berarti ahli itu tidak pernah membaca penjelasan dari UU Administrasi negara,” sindir Fahmi.

Dijelaskannya, tidak ada perluasan kewenangan PTUN, karena dalam penjelasan itu harus dimaknai dengan final yang luas. “Final yang luas itu kaitannya dengan atasan dan bawahan. DPD dan MPR adalah dua lembaga yang berbeda. Ahli itu (yang berpendapat demikian) tidak pernah membaca secara mendalam atas UU Administrasi Pemerintahan dan juga Yurisprudensi,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement