Selasa 16 May 2023 07:28 WIB

OSCE: Pemilu Turki Kurang Transparan

OSCE pun menyoroti biasnya liputan media pemerintah Turki tentang pemilu

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Petugas menghitung suara di tempat pemungutan suara, di Ankara, Turki,  Ahad, (14/5/2023).
Foto: AP/ Burhan Ozbilici
Petugas menghitung suara di tempat pemungutan suara, di Ankara, Turki, Ahad, (14/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- The Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) mengatakan, Dewan Pemilihan Tinggi Turki (YSK) memperlihatkan kurangnya transparansi dalam menangani penyelenggaraan pemilu parlemen dan presiden di negara tersebut pada Ahad (14/5/2023). OSCE pun menyoroti biasnya liputan media Pemerintah Turki tentang pesta demokrasi tersebut.

Temuan itu dirilis misi pengamatan bersama dari OSCE Office for Democratic Institutions and Human Rights (ODIHR), the OSCE Parliamentary Assembly (OSCE PA), dan the Parliamentary Assembly of the Council of Europe (PACE), dalam sebuah konferensi pers di Ankara pada Senin (15/5/2023).

Baca Juga

“Saya menyesal untuk mencatat bahwa pekerjaan administrasi pemilihan kurang transparan, serta bias yang luar biasa dari media publik dan keterbatasan kebebasan berbicara,” ujar kepala misi pemantauan pemilihan ODIHR, Duta Besar Jan Petersen.

OSCE mengerahkan 401 pengamat dari 40 negara untuk memantau jalannya pemilu parlemen dan presiden Turki pada Ahad lalu. Isu minimnya transparansi juga diungkap dalam laporan International Election Observation Mission (IEOM).

“Proses penanganan pengaduan di semua tingkat administrasi pemilu kurang transparan dan keputusan YSK yang diterbitkan umumnya tidak cukup beralasan,” kata IEOM.

Meski mencatat adanya kekurangan transparansi dan bias pelaporan media pemerintah, OSCE tetap mengapresiasi tingginya partisipasi warga Turki dalam pemilu tahun ini. Lebih dari 64 juta warga terverifikasi berhak memberikan suaranya.

“Demokrasi Turki terbukti sangat tangguh. Pemilu ini memiliki jumlah pemilih yang tinggi dan menawarkan pilihan nyata. Namun, Turki tidak memenuhi prinsip dasar penyelenggaraan pemilu yang demokratis,” ujar ketua delegasi PACE, Frank Schawabe.

Terkait poin demokratis yang disinggungnya, Schawabe meminta Pemerintah Turki memastikan kebebasan pers. Dia menekankan bahwa liputan yang menguntungkan petahana Presiden Recep Tayyip Erdogan dan partainya yang berkuasa oleh lembaga penyiaran negara sama dengan penyensoran.

Pemilihan presiden (pilpres) Turki dipastikan berlanjut ke putaran kedua. Sebab, baik Erdogan maupun pesaing utamanya, yakni pemimpin oposisi Kemal Kilicdaroglu, tak memperoleh suara di atas 50 persen. Setelah 99 persen kotak suara dihitung hingga Senin lalu, Erdogan unggul dengan raihan 49,4 persen suara. Sementara Kilicdaroglu menghimpun 44,96 persen suara. Putaran kedua pilpres bakal digelar pada 28 Mei mendatang.

Sementara itu, dalam pemilu parlemen, partai Erdogan, yakni Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party), berhasil memenangkan mayoritas kursi. Dari 600 kursi yang diperebutkan, AK Party mengamankan 266 kursi. Sedangkan partai Kilicdaroglu, yaitu Partai Rakyat Republik (CHP), memperoleh 166 kursi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement