REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin. Ia diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan ujaran kebencian yang menjerat rekannya, Andi Pangerang Hasanuddin (APH), sebagai tersangka.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah di Jakarta, Rabu, mengatakan, pemeriksaan itu telah dilakukan pada Senin (8/5/2023). "Kemudian, terhadap TD (Thomas Djamaluddin), pemilik akun FB yang ditanggapi oleh tersangka APH, telah dilakukan pemeriksaan pada tanggal 8 Mei 2023," kata Nurul Azizah.
Saat dikonfirmasi kepada Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Rizki Agung Prakoso terkait pemeriksaan Thomas Djamaludin, dia membenarkan adanya kegiatan tersebut. "Betul, (Thomas Djamaluddin diperiksa) sebagai saksi," kata Rizki.
Namun, Rizki enggan berkomentar lebih lanjut terkait berapa lama Thomas Djamaluddin diperiksa dan berapa pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Dalam kasus tersebut, tersangka AP Hasanuddin ditetapkan tersangka karena mengunggah komentar pada akun media sosial Facebook yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik.
Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menetapkan AP Hasanuddin sebagai tersangka pada Ahad (30/4/2023). Peneliti BRIN tersebut ditangkap di wilayah Jombang, Jawa Timur, dan dibawa ke Bareskrim Polri, Jakarta. Hingga kini, polisi baru menetapkan seorang sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma'mud Murod, seusai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (9/5), mengatakan perkara itu merupakan reaksi dari status-status Thomas Djamaluddin yang ditanggapi tersangka AP Hasanuddin.
"Apa yang disampaikan oleh Mas AP Hasanuddin, terlepas dari apa pun yang kita baca dari tulisan dia, masuk dalam delik hukum karena sudah memberikan ancaman untuk melakukan pembunuhan," kata Ma'mun.
Menurut dia, komentar bernada ujaran kebencian dari AP Hasanuddin itu adalah respons terhadap status media sosial Thomas Djamaluddin.
Ma'mun juga menggarisbawahi bahwa dalam kasus tersebut Muhammadiyah tidak anti-kritik karena selama ini Muhammadiyah tidak pernah merespons unggahan-unggahan Thomas Djamaluddin terkait penetapan awal bulan Hijriyah atau hisab wujudul hilal sejak 2011.
"Selama ini kami sudah berdiam diri sekian tahun mulai 2011 Pak Thomas (membuat status) terkait dengan penentuan awal Ramadhan, awal Idul Fitri, termasuk 10 Dzulhijah, itu kami diam saja, tidak bereaksi apa pun," ujar Ma'mun.